BEGITU status Gunung Agung ditetapkan jadi Awas dan radius 9 kilometer harus dikosongkan, salah satu hal yang paling mendapat perhatian adalah ternak sapi warga yang ditinggalkan mengungsi.
Tentu, karena di Bali, soal hubungan petani dan ternak sapi bukan soal yang mudah dijelaskan. Karena sapi tak semata dipandang sebagai harta benda semacam motor atau mobil. Sapi adalah bagian dari perjalanan dan kisah sambung-menyambung dari kehidupan mereka bertahun-tahun, bagian dari harapan mereka di masa depan.
Karena sapi bukan semata harta-benda, maka hubungan yang terjadi adalah hubungan kesetiaan saling memelihara, tanpa saling meninggalkan. Jika pun mereka harus menjual sapi mereka, itu dilakukan ketika sapi itu benar-benar layak untuk dijual, ketika petani itu meresa plong untk melepaskannya. Itulah yang membedakan petani-peternak itu dengan pengusaha ternak yang memelihara sapi dengan jumlah besar-besaran.
Maka jangan salahkan jika banyak orang marah ketika mengetahui ada saudagar berkeliaran dengan memanfaatkan situasi lalu menawar sapi milik petani dengan harga semurah-murahnya. Banyak yang mengutuk saudagar rakus semacam itu. Pagi sore para petani hidup bersama sapinya, menyabitkan rumput, memandikan, memijatnya sesekali, tapi kemudian ketika mereka terimbas bencana justru sapi itu ditawar dengan harga murah.
Banyak petani lebih memilih meninggalkan sapi mereka di kebun daripada menjual dengan harga sangat tak wajar. Sehingga berita-berita yang tertulis kemudian banyak pengungsi bolak-balik ke desa untuk menengok, menyabit dan memberi makan sapinya. Ini agak absurd memang. Jika Gunung Agung meletus, toh sapi itu bisa saja akan jadi korban.
Untuk menyelamatkan sapi para peternak itu, banyak relawan tergerak untuk membangun tempat penitipan ternak. Pemerintah juga sudah menyediakan tempat penitipan. Ini dilakukan agar pengungsi mengajak serta sapinya, bukan ditinggalkan di desa, lalu ditengok bolak-balik dari pengungsian.
Cerita-cerita seperti itu juga terdengar di posko pengungsian di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Sebelumnya banyak pengungsi yang datang dengan masih meninggalkan ternaknya di desa asalnya, seperti di desa-desa di wilayah Kubu dan sekitarnya. Banyak juga yang bolak-balik pulang menengok sapi mereka.
Sampai akhirnya di sekitar pos pengungsian warga disedikan juga lahan untuk pengungsian ternak sapi. Dengan dibantu relawan, warga kemudian dengan senang membawa sapi mereka ke tempat pengungsian di Desa Les. Hingga Jumat, 29 September 2017, sudah sekitar tiga ratus ekor ternak sapi tertampung di posko sapi yang berada tak jauh dari posko pengungsian warga di Desa Les.
Setelah sapi mereka mendapatkan tempat, meski sebagian besar masih beruapa tanah lapang dan belum banyak dibangun kandang, namun wajah para petani yang mengungsi itu tampak lega. Di tengah kesibukan mempersiapkan kandang, para petani itu sesekali mengelus sapi mereka. Ada yang dengan pandangan lega terus-terusan memandang sapi mereka yang diikatkan di pohon kelapa. Seakan mereka sedang mempercakapkan nasib masing-masing di tengan situasi yang tak bagus ini.
Para petani yang mengungsi itu kini tampak tenang. Mereka tak perlu lagi berpikir untuk menjual sapi mereka ke saudagar sapi dengan harga murah. Sapi ini bukan sekadar harta, namun seakan bagian dari kebersamaan mereka, yang dapat diselamatkan hingga ke pengungsian.
Seorang pengungsi Nyoman Suwetra tak bisa menymbunyikan rasa senangnya karena sapi mereka bisa berdekatan dengannya di posko pengungsian. Ia tak khawatir dikejar saudar dengan tawaran harga jual yang sangat murah. “Miring harganya sampai 50 persen. Sapi 10 juta jadi 4 atau 6 juta,” katanya.
Selain membuat posko penampungan sapi, para pengungsi yang membawa sapi itu juga diajarkan mengolah pakan ternak sapi dengan memanfaatkan jerami padi. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali juga tetap menyiapkan alat transportasi untuk pengangkutan ternak yang masih ada di kawasan rawan bencana untuk dipindahkan ke posko pengungsian sapi yang ada di setiap wilayah pengungsian.
Terima kasih Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, terima kasih para relawan. Kesetaian petani terhadap sapinya tak putus, bahkan oleh bencana. (T/Ole/Cotek/KN)