PENTAS Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya menampilkan SMA Dwijendra dan SMKN 4 Bangli. Penampilan kedua sekolah itu terutama SMA Dwijendra terkesan wah tetapi rasa cak nya masih kurang. Padahal potensi penarinya bagus.
Pengamat seni, Dr. I Nyoman Astita, MA dan kurator Bali Mandara Nawanatya II, A.A. Sagung Mas Ruscita Dewi tidak mengingkari hal itu. “Pementasan kedua sekolah tadi (SMA Dwijendra dan SMKN 4 Bangli) terkesan wah terutama SMA Dwijendra, tetapi masih terasa kurang rasa cak. Baru sekitar 30 % kilitan caknya. Ini mengurangi nuansa cak,” ulas Astita.
Menurut Astita, pementasan cak dari SMKN 4 Bangli, kalau mau menonjolkkan cupaknya, mestinya cupak itu ditata dengan cak. Jangan cak itu sebagai background. “Ini kan kesannya prembon cupak sementara caknya hanya latar belakang dan terkesan tempelan. Padahal yang perlu digarap cak nya itu sendiri,” apresiasi Astita.
Sementara kalau Dwijendra, menurut Astita, lebih glamour dengan banyak property, juga pakai gamelan. Jadi nuansa caknya kecil. Bahkan kesannya kalau sendratari juga nanggung.
“Terus terang saja penggunaan ruang tidak efektif. Kan terlalu banyak orang sehingga walaupun ada tari ada apa, kita nggak terasa menikmatinya,” sorot Astita.
Dalam pandangan Mas Ruscita, penampilan SMA Dwijendra terlalu wah dan lebih cocok untuk pementasan kreativitas seni pelajar semata.
“Bukan pementasan di tematik cak ini. Rasa cak nya kurang. Begitu juga SMKN 4 Bangli juga masih kurang besar porsi cak nya,” tegas Mas Ruscita.
Padahal baik Mas Ruscita dan Astita berharap penampil dalam Bali Mandara Nawanatya dapat mengembangkan cak dalam pementasan di bulan September ini.
“Tetapi kalau kita lihat partisipasi mereka itu ya kita salut juga. Cuma memang harus ada yang ditekankan pada cak. Kita kan inginkan cak yang dikembangkan. Tetapi cak itu tetap yang dominan. Bukan ditinggalkan karakter cak itu.,” pinta Astita.
Adapun pementasan SMKN 4 Bangli di panggung Ardha Candra, Taman Budaya, Denpasar, Sabtu malam, 23 September 2017, menampilkan lakon ‘Cupak Dadi Ratu’. Lakon ini menceritakan tentang sosok I Gede Cupak yang sudah menjadi raja di jagat Obag Wesi, karena telah tewasnya raksasa Benaru.
Selang beberapa lama jagad Obag Wesi kembali diganggu oleh Paksi Agung buatan raja Obag Wesi yang tujuannya untuk menguji kesaktian I Gede Cupak. Cupak pun menyanggupinya, walaupun ia benar-benar takut untuk melawan Paksi Agung tersebut. Cupak pun berangkat didampingi punakawan setianya, Banaspati dan Tua Daya. Mereka bertiga sebenarnya ragu-ragu dapat mengalahkan Paksi Agung. Itulah latarbelakang alur cerita pementasan cak modern yang ditampilkan SMAKN 4 Bangli.
Pementasan kedua sekolah ini mampu menyedot ribuan penonton anak muda yang memadati Ardha Candra. Nyaris semua tempat duduk penuh. Bahkan sebagian penonton harus rela berdiri berdesak-desakan untuk dapat menyaksikan pementasan cak modern dalam rangkaian Bali Mandara Nawanatya II. (T)