KEINDAHAN Pulau Bali tak perlu diragukan lagi. Banyak yang menghabiskan waktu liburannya di pulau yang juga dijuluki sebagai Surga Terakhir. Julukan yang tak berlebihan, karena bagi sebagian orang, surga itu benar-benar ada di Bali.
Melekatnya nama Bali sebagai Pulau Surga, dimulai lewat propaganda biro-biro perjalanan wisata pada tahun 1920-an. Terutama setelah keran pariwisata dibuka oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda pada tahun 1924.
Label Bali sebagai Surga Terakhir semakin kuat setelah beberapa warga negara asing menulis tentang Bali. Salah satunya wartawan kebangsaan Amerika Serikat, Hickman Powell yang menulis buku berjudul “Surga Terakhir”.
Sebutan itu membuat orang berbondong-bondong datang ke Bali. Mereka berlibur dan berusaha mencecap sedikit kenikmatan dari “Surga Terakhir”.
Saking masifnya sebutan itu, sepanjang 2016 ada 4,9 juta turis mancanegara dan 8,6 juta wisatawan domestik yang datang ke Bali. Sementara penduduk Bali hanya berjumlah 4,1 juta jiwa saja.
Kesan bahwa Bali sebagai surga terakhir, begitu melekat bagi para para pelancong. Tapi tidak bagi orang Bali sendiri. Orang Bali merasa sudah mengenal Bali setelah mengunjungi tempat-tempat wisata mainstream. Seperti Kuta, Sanur, Tanah Lot, atau Lovina.
Ketika musim libur tiba, tidak banyak yang mau liburan dengan jalan-jalan ke objek wisata non-mainstream di Bali. Padahal dengan sedikit meluangkan waktu, jalan-jalan ke tempat wisata minor akan menjadi surga tersendiri bagi orang Bali.
Pengalaman ini sungguh-sungguh terjadi. Salah satu kerabat saya adalah pedagang yang sukses. Namun waktunya untuk berlibur terbilang sedikit. Waktunya selalu habis untuk berdagang. Ketika punya waktu liburan, biasanya dia memboyong keluarganya ke Jawa. Entah ke Surabaya, Malang, atau Jogja.
Suatu ketika kami liburan bersama. Hanya jalan-jalan ke Museum Bali, lalu menuju Pantai Padang-Padang via Jalan Tol Bali Mandara lalu kembali ke Buleleng.
Kami berangkat pagi buta, lalu menuju Iam Bali. Tujuannya tentu cekrek sana-sini, supaya punya foto yang instagram-able. Lelah cekrak-cekrek, langsung ke Museum Bali melihat diorama dan menuju puncak menara. Sampai puncak menara, kerabat saya merasa sangat takjub melihat pemandangan Kota Denpasar dari ketinggian.
Perjalanan berlanjut ke Pantai Padang-Padang. Tatkala melintas di Jalan Tol Bali Mandara, lagi-lagi dia mengeluarkan rasa takjubnya. Meski sering lewat jalan tol di Pulau Jawa, agaknya hari itu dia baru pertama kali lewat Jalan Tol Bali Mandara. “Pemandangannya bagus sekali, seperti surga,” ujarnya.
Lokasi-lokasi seperti itu, seringkali memberikan pengalaman yang berbeda bagi orang Bali. Mereka merasa sudah mengenal Bali, padahal belum. Ada begitu banyak tempat-tempat indah yang perlu dikunjungi dan dijelajahi, sebelum melancong ke luar pulau, apalagi ke luar negeri.
Ada ratusan, bahkan mungkin seribuan, tempat wisata non mainstream di Bali yang bisa dikunjungi. Percayalah, semua akan memberikan pengalaman surga duniawi tersendiri. Maka ketika liburan tiba, tak ada salahnya orang Bali berlibur di Bali. (T)