MEMBAHAS struktur dan sistem tata pola perilaku pada manusia, beberapa ahli dan cendekiawan, utamanya dalam bidang psikologi sangatlah beragam. Beberapa mengajukan susunan yang agaknya sangatlah mengkhayal, beberapa juga mengatakannya dengan berdasarkan sejumlah data-data agar dapat lebih disebut empiris, katanya. Namun pada dasarnya, semua adalah usaha untuk lebih memahami dan mencari rahasia unik dalam diri manusia dan patut kita telaah lebih-lebih kita kritisi dan koreksi.
Dalam salah satu aliran psikologi yang dipelopori oleh seorang dokter asal Austria yang lebih dikenal dengan nama Sigmend Freud, aliran tersebut sering disebut sebagai aliran psikoanalisa. Dalam aliran psikoanalisa, perilaku manusia adalah suatu tindakan yang tibul dari proses interaksi dan hasil kerja dari ketiga sistem yang ada pada manusia. Ketiganya terbentuk dari kedua sisi manusia, yaitu sisi sosial dan sisi individual manusia sendiri. Ketiga struktur sistem tersebut adalah Id, Ego, dan Super Ego.
Beberapa orang bisa saja salah mengartikan ketiga hal tersebut, misalnya (contoh yang paling banyak) mereka mengartikan dan menganggap bahwa id hanya sebatas dorongan seksual saja, pada kenyataannya hal itu sangatlah dapat dibilang terlalu sederhana. Id sendiri secara simpel adalah dorongan dasar kemanusian yang menjadi pemicu terjadinya perilaku dan tindakan manusia. Sebagai contoh adalah hal seperti lapar, haus, keinginan seksual, dan hal-hal lain semacam keinginan lainnya. Dari sanalah titik awal timbulnya perilaku, jika dilogikakan, saat manusia merasa lapar mereka akan sesegera mungkin atau paling tidak bagaimana caranya manusia akan menghilangkan rasa laparnya. Nah, rasa lapar yang menjadi titik awal dan pemicu timbulnya perilaku itulah yang dinamakan dengan id.
Walaupun id adalah sumber dan titik mula timbulnya perilaku, akan tetapi id tidak bisa merealisasikan keinginannya (dorongan) dalam bentuk kenyataan. Id hanya sebatas dorongan, sebagaimana keinginan hanya akan menjadi keinginan tanpa adanya tindakan. Saya tegaskan lagi, id hanya sekedar dorongan, dia tidak tahu bagaimana cara memenuhinya. sebab pada dasarnya, prinsip id adalah prinsip kesenangan (pleasure principle) dan memiliki sifat untuk sesegera mungkin dapat dipenuhi dan menghindari kesengsaraan. Kesengsaraan di sini dapat dipahami sebagai ketidakpuasan, sebab kembali lagi pada prinsip id yaitu prinsip kesenangan atau kepuasan. Semisal ketika dorongan dari id datang, contohkan saja lapar, akan tetapi pada kenyataannya ketika dalam usaha memenuhi dorongan tersebut (lapar) ternyata ada masalah semisal katakan saja mulut sakit gara-gara sariawan, maka dorongan yang datang dari id itu akan “memaksa” agar sebisa mungkin menghindari sakitnya mulut yang pada contoh tadi itu adalah ketidakpuasan.
Dikarenakan id tidak tahu cara memenuhi dorongannya, karena memang id hanya sekedar dorongan, maka urutan kedua dari ketiga struktur sistem tadi adalah ego. Di siniah ego yang bertugas dan berfungsi sebagai pengeksekusi dan pelaksana dari segala dorongan yang datang dari id tadi. Ego banyak dimaknai sebagai akal pikir secara simpel. Ego akan mengeksekusi dan akan menjalankan segala dorongan yang datang dari id.
Sebagaimana kata orang-orang, cinta itu buta, tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya, kalau sudah rindu berarti sebisa mungkin untuk bisa bertemu. Begitu pula id, id juga tidak ikut campur dan tidak tahu-menahu apa yang ada di sekitarnya, entah itu makanan haram, entah itu makanan halal, kalau sudah lapar maka sesegera mungkin doronan itu untuk dipenuhi. Id memang lebih condong pada sisi individualitas kemanusiaan. Sebab manusia selain makhluk yang individualis, mereka juga menyandang pangkat sebagai makhluk yang sosialis, juga berhubungan dan berinteraksi dengan sesama, terikat hukum-hukum sekitar. Maka sisi sosial yang berupa hukum-hukum dan moral yang dianut dan ada disekitar tadi itu adalah super ego, urutan terakhir dari ketiga sistem tadi.
Id berhak dan memang harus dipenuhi setiap dorongannya. Akan tetapi satu sistem lain yang disebut super ego menuntut agar pengaplikasian dan pelaksanaan dorongan-dorongan id agar sebisa mungkin dapat ditempatkan sebenar-benarnya dan disesuaikan, dalam artian dilaksanakan pada waktu dan tepat yang benar menurut super ego. Super ego juga bisa diartikan sebagai peraturan-peraturan “secara sederhana” yang terbentuk dari sitem sosial dan hal lain semacamnya yang dianut. Jadi, ketika tuntutan dari id datang semisal lapar yang harus dipenuhi, di sisi lain super ego juga menuntut agar tidak melewati batas-batas aturan yang telah ditetapkannya. Ketika dorongan id berupa rasa lapar datang, maka ego akan mengintruksikan agar mencari nasi (misalnya), kemudian setelah menemukan nasi, super ego akan berkata “apakah nasi itu berhak dimakan atau tidak” sebagai suatu alasan “kemanusiaan” yang biasa disebut moral, maka ego juga akan melaksanakan tugas sebagai pengerem dan penghabat laju dari dorongan id agar tidak melewati pagar-pagar super ego.
Seperti biasa, manusia, demi sesuatu yang dinamakan kedamaian dan ketentraman, mereka membuat aturan dan batasan-batasan sesuka hati dan kemauan mereka, yah, hitung-hitung demi dan sebagai makhluk yang dikatakan beradab-lah. Sedikit mengutip ungkapan seorang filsuf yang berkata bahwa “manusia adalah hewan yang berkal”. Dari sini, seorang teman pernah berkata atau paling pas mengajukan sebuah pertanyaan, apa sih bedanya binatang dan hewan, dia pun menjawabnya sendiri bahwa kata ‘binatang’ adalah suatu ungkapan untuk menyatakan hewan yang selain manusia. Yah, toh manusia sebenarnya secara kebanyakan atau bisa saja semuanya tidak akan mau kalau dikatakan hewan.
Kembali lagi ke Freud, bahwa kedua sistem tersebut antara id dan super ego sama-sama menuntut, antara sisi individualitas dan sisi sosial bertarung, maka penengah antara kedua kubu itu agar tidak terjadi konflik adalah sistem yang kedua, yaitu ego. Ego selain bertugas untuk memenuhi tuntutan id juga memenuhi agar tidak melampaui batasan-batasan dari super ego. Secara sederhana tugas ego adalah menjembatani antara id dan super ego agar tidak terjadi konflik baik salah satu ataupun keduanya.
Dalam pertumbuhan antara ke tiganya id lah yang timbul terlebih dahulu, sebab dia hanya sekedar dorongan, maka id sudah tumbuh dan berkembang sejak baru lahir dari tahap petumbuhan manusi. Baru setelah akal pikirnya mulai berkembang ego juga turut berkembang. Kemudian setelah interaksi antar manusia dan sesamanya mulai berkembang, di sanalah super ego kemudaian timbul.
Jika diibaratkan antara id, ego, dan super ego, sama halnya dengan sebuah jembatan. Satu ujung bernama id dan yang satu lagi disebut super ego. Lantas yang berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antara keduanya adalah ego. Sebagai suatu entitas yang bebas bergerak dan juga penengah agar kedua sisi tidak terjadi konflik yang berakibatkan suatu kekacauan yang akan berimbas pada abnormalitas tingkah laku manusia.
Sebagai entitas dan aspek yang menjadi penengah, ego haruslah memiliki sejumlah strategi untuk menyelaraskan dan menyamaratakan antara tuntutan kedua belah pihak. Strategi itulah yang Freud sebut sebagai defense mechanism (mekanisme pertahanan ego). Mekanisme tersebut terdiri dari 9 macam.
Toh, walaupun ada pendapat-pendapat yang mengatakan ada lebih dari 9 macam mekanisme, pada intinya mekanisme-mekasnisme itu yang digunakan ego sebagai strategi sekalugus senjata “perdamaian” antara kedua kubu. Represi, regresi, reaksi formasi, rasionalisasi, sublimasi, kompensasi, dan semacamnya adalah macam-macam defense mechanism dari ego.
Semisal dalam contoh pendemonstrasian sublimasi bahwa seorang petinju menjadi petinju misalnya, dikarenakan menekan atau mengarahkan ke arah lain dorongan-dorongan id yang ada pada dirinya yang berupa keinginan untuk memukul orang lain. Keinginan untuk memukul orang lain yang menjadi suatu dorongan id kemudian dibelokkan oleh mekanisme ego yang berupa sublimasi agar tidak terjadi konflik dengan super ego yang bahwasanya dalam moral dan akhlak sosial, berkelahi dan memukul orang tanpa adanya suatu sebab tidaklah dibenarkan.
Contoh lain dalam hal kompensani, bahwa ketika seorang yang tidak punya uang alias kere, melihat temannya berangkat kuliah pakai speda motor, toh sepedanya hanya sekedar sepeda Vega R 110 cc tahun 2003 dan dia menyadari bahwa dia adalah orang kere, mau gebet cewek muka pas-pasan, uang pun tak ada, maka dia mengkompensasi alias memikirkan hal-hal kelebihan dalam dirinya, alias menutupi kesadarannya bahwa dia hidup dalam keadaaan yang pas-pasan dan kere dengan pikiran-pikiran bahwa bukan hanya itu yang dilihat dari hidup seseorang, muka boleh jelek, harta boleh kere, tapi dia bilang bahwa otak berani diadu.
Dua sistem merupakan hal yang ada dan tidak bisa dikendalikan oleh manusia, yaitu id yang merupakan dorongan-dorongan dasar kemanusian yang memang ada diluar kehendak manusia, kemudian yang satu adalah sistem yang terbentuk akibat interaksi dan hubungan-hubungan sosial dan juga dapat dikatakan bukan kehendak setiap individu, maka hal satu-satunya yang bisa manusia kendalikan dan atur adalah ego.
Dengan sedemikian rupa mekanisme yang dihadirkan oleh ego, apakah bukan merupakan suatu ungkapan yang benar bahwa manusia itu pada kenyataannya menipu diri sendiri? Bukan hanya menipu diri sendiri, akan tetapi menipu diri sendiri dengan dirinya sendiri. Manusia digambarkan oleh Freud sebagai wadah suatu konflik, yaitu konflik antara tuntutan id dan super ego, dan ego merupakan aktor super hero yang mendamaikan antara keduanya. Sebuah teori yang barangkali sangat dramatis dari seorang ilmuwan ternama. Terimakasih. (T)