SAMBIL garuk-garuk kepala Pekak Renes bercerita dengan sahabatnya, Nang Ruket di Pos Kamling. Pekak Renes menceritakan peristiwa yang dialami oleh tetangganya kemarin sore, katanya jatuh dari motor usai ngarit di tegalan.
Diceritakan oleh Pekak Renes kalau tetangganya sempat nyungkling bersama motornya saat melewati jalan setapak di pinggir pangkung (sungai kecil) dekat tegalan. Konon saat itu motor tidak kuat nanjak karena kelebihan beban berupa daun gamal dan lemtoro untuk 5 ekor kambingnya.
Kata tetangganya, “Aget sing ken-ken!” Untung tidak apa-apa.
“Itulah pada dasarnya manusia selalu beryukur, saat mengalami musibah kita sering berucap aget, syukur atau untung,” terang Pekan Renes kepada Ruket.
“Aget” dalam bahasa Bali berarti mujur, “mujur” dalam kamus bahasa Indonesia berarti beruntung atau bernasib baik. “Syukur” artinya ucapan terima kasih kepada Tuhan atau bisa juga berarti lega, atau senang karena terhindar dari bahaya. Begitulah walau kita kena musibah atau sial kita sering menyebut kata aget, untung atau syukur.
Menurut Pekak Renes menyebut kata “untung” atau “aget” saat mengalami kesialan atau musibah bukan semata-mata resiko atau kondisi yang kita alami tidak terlalu parah atau bahaya. Aget, untung atau syukur sering kita sebut secara sepontan, bisa jadi karena peristiwa yang dialaminya telah memberi pelajaran dan pengalaman berharga agar kelak selalu waspada dan tidak terulang lagi.
“Minab”, kata Pekak Renes sambil ngusap-ngusap bibir dengan mako kinangan. Nang Ruket pun manggut-manggut. (T)