KINI anak-anak atau remaja bisa belajar menari dengan mudah, misalnya lewat video di youtube atau video dari CD. Itu boleh-boleh saja. Namun sebaiknya belajarlah menari dari guru tari, karena jika salah gerak atau salah penjiwaan, guru tari bisa langsung memperbaikinya.
Begitu kata Dr. N.L.N Suasthi Widjaya Bandem, SST., M.Hum pada Workshop Tari Oleg Tamulilingan dan tari Cendrawasih dalam rangka Bali Mandara Nawanatya II – 2017 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya di Denpasar, Rabu 20 April 2017.
“Belajar dari video memang bisa. Tetapi seringkali jiwanya tidak ada di sana Jadi belajar itu harus dari seorang guru,” tegas Suasthi Bandem.
Suasthi Bandem mengingatkan belajar dari video memiliki sejumlah kelemahan. Misalnya bila ada kesalahan gerak tari yang dilakukan seorang penari yang sedang belajar, maka video tidak dapat mengingatkan kesalahan gerak tari tersebut. Sebaliknya berlatih dengan guru, bila ada kesalahan maka guru dapat mengingatkan dan memperbaiki kesalahan gerak tari tersebut.
Seorang guru tari, pada saat mengajar, dia tak hanya mengajarkan tentang gerak. Melainkan juga mengajarkan tentang penjiwaan, karakter, atau mentransfer gagasan pencipta tari kepada gerak yang dimainkan oleh si penari. Apalagi, misalanya seseorang langsung belajar menari dari pencipta tari yang dipelajari. Si penari bisa mempelajari tarian dengan baik berdasarkan gagasan penciptanya.
Pada workshop tersebut Suasthi Bandem memberi workshop tentang Tari Cendrawasih yang ia ciptakan sendiri. Menurut Suasthi Bandem, tari Cendrawasih ia ciptakan pada tahun 1987. “Ketika itu saya terdorong untuk membuat tarian duet. Karena setelah tari Oleg Tamulilingan lama tidak ada tari duet baru,” kenang Suasthi Bandem.
Saat itu Suasthi Bandem mengaku ia kebetulan melihat film dokumenter tentang burung Cendrawasih di Papua. Pada film itu terungkap kehidupan burung Cendrawasih saat mengawan (musin kawin). “Karena pada saat itu burung Cendrawasih jantan melakukan tarian indah untuk memikat pasangannya. Dari sana saya terinspirasi membuat tari Cendrawasih ini,” ujar Suasthi Bandem.
Adapun tari Oleg Tamulilingan menurut Suasthi Bandem diciptakan oleh I Nyoman Mario melalui proses panjang dan berliku. Nama awalnya bukan tari Oleg Tamulilingan melainkan tari Tamulilingan Isep Sari. “Belakangan baru disebut tari Oleg Tamulilingan dengan penari pertamanya ibu Raka Rasmin,” cerita Suasthi Bandem.
Peserta workshop terdiri dari pelajar, mahasiswa dan sanggar tari. Peserta workshop pada kesempatan itu langsung praktek tari. Peserta yang tertarik pada tari Oleg Tamulilingan langusng di bawah bimbingan dari Cok Istri Putra Padmini, SST.M.Sn. dan I Wayan Purwanto.,S.Sn di kalangan Angsoka. Sedangkan peminat tari Cendrawasih langsung praktek menari dibawah bimbingan Suasthi Bandem didampingi Ni Putu Suartini, S.Sn. M.Si. dan, Putu Setyarini S.Sn.
Di akhir acara workshop Suasthi Bandem memberi catatan bagi penari Cendrawasih untuk memperhatikan beberapa hal diantaranya soal tempo tarian dan beberapa gerak tarian. “Catatan lain yang perlu diingat, tarian duet maka penari harus selalu focus memperhatikan pasangan penarinya,” pesan Suasthi Bandem.
Terkait workshop ini juga diselenggarakan lomba tari Oleh Tamulilingan dan tari Cendrawasih. Lomba terbuka untuk pelajar, mahasiswa dan sanggar tari. Info lebih lengkap dapat menghubungi panitia lomba di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali di Jl. Juanda, Renon, Denpasar. (T/r)