//Meong meong alih ja bikule/ Bikul gede gede / Buin mokoh mokoh /Kereng pesan ngerusuhin/Juk meng… Juk kul..//
BEGITU lagu ‘Meong-meong’ mengalun lincah dan meriah di kalangan Angsoka, Taman Budaya, di Denpasar, Rabu, 21 Maret 2017. Puluhan anak-anak bersama ‘penjaga permainan tradisional’ I Made Taro bersama anak sulungnya yang mengelola Sanggar Kukuruyuk, Denpasar, serta pegiat permainan tradisional dari Sanggar Buratwangi, Banjar Ole, Marga, Tabanan, Nyoman Budarsana, asyik bergembira bersama memainkan permainan kucing dan tikus.
“Siapa pencurinya?” tanya Taro saat bermain.
“Tikus……,” kompak anak-anak SD yang terlibat permainan menjawab.
Mendengar jawaban anak-anak SD tersebut, Taro mengajak anak-anak untuk tidak ikut-ikutan menjadi pencuri seperti si tikus. “Justru kita harus selalu jujur ya anak-anak,” ajak Taro yang diiyakan anak-anak.
Pada kesempatan itu Taro sekaligus menanamkan kejujuran sejak dini pada anak-anak SD. Sehingga bila besar nanti anak-anak tidak ikut-ikutan menjadi koruptor.
Menurut Taro melalui permainan tradisional dapat menanamkan nilai-nilai luhur kepada anak-anak. Jadi tidak sekedar permainan belaka. Cara ini sejak puluhan tahun lalu dilakoni Taro melalui Sanggar Kukuruyuk. Kini bahkan sang anak ikut bergabung mengelola Sanggar Kukuruyuk bersama Taro.
“Saya senang anak-anak dapat bergembira bermain permainan (permainan tradisional-red) tadi,” tutur Taro usai bermain.
Pernyataan Taro bahwa melalui permainan tradisional dapat menanamkan nilai-nilai luhur itu telah dibuktikan Budarsana melalui Sanggar Buratwangi di kampung halamannya di Tabanan. Budarsana menceritakan pengalamannya selama mengembangkan permainan tradisional bersama Sanggar Buratwangi.
Dulu, ada seorang anak yang sangat nakal yang sering ikut bermain permainan tradisional di sanggarnya. Bahkan sang anak sampai berbuat yang seharusnya tidak pantas dilakukan.
“Tapi karena sering mengikuti permainan bersama kami, kini sang anak malah menjadi baik dan kini menekuni pendidikan agama di IHDN (Institut Hindu Dharma Negeri-red) Denpasar,” terang Budarsana saat ditemui di akhir permainan tradisional yang dilaksanakan saat Workshop Permainan Tradisional dalam rangka Bali Mandara Nawanatya II – 2017.
Tidak hanya itu, menurut Budarsana, berdasarkan pengalamannya, anak-anak yang memainkan permainan tradisional ada kecenderungan lebih tanggap dengan lingkungan sekitarnya dibandingkan anak-anak perkotaan yang sering terpaku pada gawai.
Kurator Bali Mandara Nawanatya II – 2017, Kadek Wahyu mengakui pentingnya permainan tradisional dalam menanamkan nilai-nilai luhur. “Leluhur kita punya cara yang menarik untuk melestarikan nilai-nilai melalui permainan tradisional,” tegas Wahyu.
Ke depan, baik Taro maupun Budarsana, pemerintah diharapkan tetap memberi ruang bagi pengembangan dan pelestarian permainan tradisional. Permainan tradisional ini tidak hanya untuk anak-anak bermain, orang dewasa pun suka dan merindukan memainkan permainan tradisional.
“Saya pernah memainkan permainan tradisional dengan pesertanya dosen dan mahasiswa sebuah perguruan tinggi. Mereka antusias bahkan lupa kalau mereka telah dewasa,” kenang Taro tersenyum bahagia. (T/R)