21 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Selamat Galungan, Selamat “Maceki”, Semoga Menang!

Eddy WedadinatabyEddy Wedadinata
July 21, 2019
inOpini

Istimewa

275
SHARES

GALUNGAN kembali tiba. Sebagian orang mungkin akan bersemangat mendengarnya karena merupakan hari raya besar yang ditunggu-tunggu. Sembahyang, mungkin hanya satu alasan. Ada banyak alasan lain kenapa Galungan ditunggu-tunggu.

Orang bilang “lekad di galungane“. Artinya, orang yang lahir di saat semuanya tersedia baik, makanan yang banyak,jajanan melimpah, dan suasana yang ramai penuh rasa gembira serta bahagia. Orang yang kerap dibilang lekad di galungane adalah orang yang lahir ketika usaha orang tuanya sedang jaya, atau orang tuanya sedang menjadi pejabat tinggi. Pokoknya orang yang lahir di keluarga sedang kaya-kayanya, tan kirang artha-berana.

Begitulah orang melukiskan betapa Galungan itu hari besar, hari berbahagia. Hari untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Dulu, pada zaman babi makan gedebong dan dagdag, menurut cerita pekak dan dadong, Galungan merupakan hari kemerdekaan dari kemelaratan. Satu hari merdeka, di tengah rentetan hari-hari lain yang penuh kemelaratan.

Bagaimana tidak. Dulu, hanya saat Galungan orang “terpaksa” makan daging, “terpaksa” berpakaian baru, “terpaksa” melancong-lancong ke objek wisata (meski objek wisatanya hanya berupa bendungan sungai di desa sebelah). Mereka hidup mewah dalam sehari, semiskin apa pun kondisi mereka.

Kini orang tak perlu menunggu Galungan untuk makan daging, beli pakaian baru, atau maplesiran ke objek wisata. Kini zaman babi makan konsentrat. Orang bisa makan apa saja, pakai baju apa saja, dan pergi ke mana saja, setiap hari.

Lalu di mana istimewanya Hari Galungan kini, selain tentu saja sembahyang bersama? Maceki atau main kartu ceki. Itulah jawaban bagi penggemar ceki. Karena, kita bisa makan mewah kapan saja dan berwisata kapan saja, tapi maceki tak bisa dilakukan kapan saja. Harus ada moment untuk berkumpul terlebih dahulu, baru bisa bermain ceki. Memang mau main ceki sendirian, atau bersama anak dan istri?

Sebagian orang tua atau muda-mudi zaman sekarang menunggu Galungan demi sebuah kegiatan yang boleh dibilang sudah mentradisi. Yakni maceki. Tiada Galungan tanpa maceki, kata sebagian orang. Apalagi, maceki kini sudah bisa dianggap olahraga. Sudah ada organisasi yang mengayomi, yakni Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI). Jika sudah sesuai prosedur, jangan takut lagi digrebek polisi.

Maceki, Hiburan Turun-Temurun

Meski maceki (dengan taruhan) melanggar undang-undang nasional, apakah maceki juga dianggap menodai Hari Raya Galungan dan upacara lain di Bali? Tak ada yang bisa menjawabnya dengan baik dan benar serta memuaskan.

Yang jelas, maceki adalah salah satu kegiatan menghibur yang biasa dilakukan orang pada saat magebagan (begadang di rumah duka), atau pada waktu luang dan berkumpul dengan keluarga dan kerabat. Jika orang tak kenal dengan hiburan lain, misalnya hiburan main golf, maka maceki bisa dianggap sebagai hiburan paling sederhana dan mudah dilakukan bersama teman-teman dekat.

Ceki atau cekian, di negara lain bisa disebut koa atau pei. Permainan kartu ini kegiatan yang biasa dilakukan suku kuno secara turun temurun. Dulunya bahkan sering dilakukan kaum wanita. Permainan ini berkembang di Malaysia, Singapura dan Indonesia. Permainan kartu ceki konon bersumber dari permainan kartu purba yang pernah dibuat di negara Cina kuno, bahkan disebut-sebut sebagai asalmula dari permaninan mahyong.

Di negara lain, permaian ceki mulai dikalahkan permainan lain yang lebih modern. Tapi di Indonesia, terutama di Bali, permainan ini makin populer saja. Permainan ini dilakukan berlima mengelilingi sebuah meja dengan duduk bersila. Masuknya permainan ceki ke Bali diduga dibawa oleh para pedagang Cina.

Ketika dikenalkan di Bali, permainan ini sangat digemari terutama oleh kaum bawah yang tak memiliki cara lain untuk menghibur diri. Selain itu, permainan ceki sangat mudah dilakukan karena orang-orang Bali memang lebih sering berkumpul bersama keluarga, kerabat dan warga lain dalam berbagai kegiatan, terutama kegiatan adat.

Dari yang Kecil hingga Turnamen Besar

Maceki biasa dilakukan dalam skala kecil. Skala rumah tangga. Ini tentu tak perlu lapor ke FORMI, ngabis-ngabisin energi. Kalau ketahuan polisi, maceki skala rumah tangga ini bisa digrebek. Urusannya bisa panjang dan melelahkan.

Maceki skala rumah tangga ini dilakukan di rumah masing-masing. Usai sembahyang, sebelum sejumlah anggota keluarga kembali ke perantauan, paman-keponakan, sepupu misan-mindon, kadang suami-istri, atau pekak-cucu, bergabung membentuk satu grup yang terdiri dari 5 orang. Siapkan kartu cekian atau sampyan, maka permainan dimulai. Di sini tujuannya tak melulu menang, melainkan sebagai ajang silahturahmi antaranggota keluarga.

Ada juga maceki dalam skala lebih besar. Sejumlah warga berkumpul di suatu tempat, lalu membuat sejumlah kelompok. Kadang permainan di satu tempat itu bisa terdiri dari lima kelompok atau lima meja. Jika pemainnya lebih manja, ada sejumlah orang menjadi pelayan, sebagai tukang kocok kartu sekaligus tukang belanja jika pemain kelaparan atau kehausan.

Dulu, permainan skala lebih besar itu biasa dilakukan di balai banjar, balai subak, atau di teras belakang sebuah warung. Kini, ketika perjudian diurus lebih serius karena tergolong tindak pidana (bahkan kadang dianggap setara dengan tindak pidana korupsi), permainan skala lebih besar ini dilakukan secara tersembunyi di tempat-tempat tertentu. Jika ketahuan polisi, ya, tetap saja digelandang ke sel tahanan. Tak peduli Galungan atau hari apa.

Kini, setelah ada FORMI, turnamen meceki sudah menjadi hal yang legal karena tanpa taruhan bisa masuk olahraga rekreasi. Turnamen ini banyak dilakukan saat hari raya, terutama Galungan. Biasanya turnamen ini diselenggarakan oleh muda-mudi untuk menggali dana di Hari Galungan atau Umanis Galungan karena di hari ini semua orang libur dan punya waktu untuk maceki sekaligus bertemu lebih lama dengan teman lama.

Ajang Hiburan dan Menggali Dana

Main ceki dalam turnamen memang paling asyik. Tak perlu cemas dicokok polisi. Karena prosedurnya sudah ada dan sudah dipatuhi oleh panitia. Apalagi sejatinya, permainan ini memang mengasyikan seperti permainan-permainan kartu di dunia lain, seperti kiu, foker, mahyong, dan sejenisnya. Asyik dimainkan sambil ngobrol kanan-kiri, dari topik yang ringan hingga yang berat.

Ada berbagai sistem dalam turnamen ceki. Ada sistem gugur dan sistem nilai. Dalam turnamen ceki sistem gugur jumlah peserta dibatasi kelipatan 5. Jika jumlah peserta 125, maka terdapat 25 kelompok. Hanya satu peserta dari satu kelompok yang berhak maju ke babak berikutnya.

Setelah satu pemain maju dari satu kelompok, maka akan terdapat 25 pemain yang berhak maju ke babak berikutnya, sementara 100 pemain lainnya gugur. Sebanyak 25 pemain itu dibagi lagi menjadi 5 kelompok. Nah, pemenang dari masing-masing kelompok itulah yang berhak masuk final yang bermain dalam satu meja. Dan setelah itu akan diperoleh satu pemenang saja.

Cara menentukan pemenang dalam satu meja adalah pemain pertama yang berhasil mengumpulkan tiga game (menang) sebanyak tiga kali. Jika, ngandang atau neris, dianggap memiliki dua game atau dua kemenangan.

Turnamen juga bisa dilakukan dengan sistem nilai. Pemenang ditentukan dengan nilai tertinggi yang dikumpulkan seorang peserta. Nilai dihitung dari setiap jenis kemenangan dalam satu game. Jika menang dengan ngandang, nilainya paling tinggi. Menang biasa dan menang dengan nyaga, nilai lebih rendah. Biasanya sistem ini dibatasi dengan waktu, satu jam, dua jam, tiga jam, atau lebih sesuatu aturan panitia.

Dan jangan heran, banyak desa yang hampir semua laki-laki dewasa, juga beberapa perempuan dewasa, bisa bermain ceki. Maka untuk mencari peserta 200 orang dalam satu desa bisa dengan sangat mudah. Tapi jangan pikir semuanya penjudi alias bebotoh. Sebagian besar hanya melakukannya untuk hiburan belaka. Salah satunya menghibur diri dan banyak yang main hanya dalam turnamen.

Dengan membayar uang pendaftaran Rp 100 ribu, jika beruntung bisa membawa pulang Rp 4 juta atau lebih. Panitia pun bisa mendapatkan dana. Apabila pesertanya 125 orang maka akan terkumpul dana Rp 12,5 juta. Setelah dipotong konsumsi dan biaya pengadaan Rp 2,5 juta, sisanya Rp 10 juta. Biasanya Rp 10 juta dibagi dua. Rp 5 jt sebagai hadiah dan Rp 5 juta masuk kas penyelenggara.

Turnamen semacam ini tanpa beban sedikit pun. Semua bersenang-senang. Tujuh bulan sekali, setiap Galungan, mengibur diri dengan Rp 100 tali, tetapi bertemu teman lama dan kerabat tak ternilai harganya. Semua senang, riang gembira. Apalagi menang he he he.

Selamat Galungan. Semoga dharma selalu menang. [T] [editor Adnyana Ole]

Tags: cekijudipermainanupacara
Previous Post

Lelaki yang Menagih Janji Kepada Langit

Next Post

Pasca-KKN: Hati yang Tertinggal dan Kita pun Menangis Mengenangnya…

Eddy Wedadinata

Eddy Wedadinata

Suka bertualang, naik sepeda, naik motor, dan jalan kaki. Lahir di Tabanan, kini menekuni wiraswasta di wilayah Badung

Next Post

Pasca-KKN: Hati yang Tertinggal dan Kita pun Menangis Mengenangnya…

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

HP Android dan Antisipasi Malapetaka Moral di Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 21, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

DALAM beberapa tulisan yang pernah saya publikasikan, kurang lebih sepuluh tahun lalu saya sudah memperkirakan bahwa seketat dan setegas apa...

Read more

Mari Kita Jaga Nusantara Tenteram Kerta Raharja

by Ahmad Sihabudin
May 20, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

Lestari alamku, lestari desaku, Di mana Tuhanku menitipkan aku. Nyanyi bocah-bocah di kala purnama. Nyanyikan pujaan untuk nusa, Damai saudaraku,...

Read more

PACALANG: Antara Jenis Pajak, Kewaspadaan, dan Pertaruhan Jiwa

by Putu Eka Guna Yasa
May 20, 2025
0
PACALANG: Antara Jenis Pajak, Kewaspadaan, dan Pertaruhan Jiwa

MERESPON meluasnya cabang ormas nasional yang lekat dengan citra premanisme di Bali, ribuan pacalang (sering ditulis pecalang) berkumpul di kawasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Menyalakan Kembali Api “Young Artist Style”: Pameran Murid-murid Arie Smit di Neka Art Museum
Pameran

Menyalakan Kembali Api “Young Artist Style”: Pameran Murid-murid Arie Smit di Neka Art Museum

DALAM rangka memperingati 109 tahun hari kelahiran almarhum perupa Arie Smit, digelar pameran murid-muridnya yang tergabung dalam penggayaan Young Artist....

by Nyoman Budarsana
May 21, 2025
I Made Adnyana, Dagang Godoh Itu Kini Bergelar Doktor
Persona

I Made Adnyana, Dagang Godoh Itu Kini Bergelar Doktor

“Nu medagang godoh?” KETIKA awal-awal pindah ke Denpasar, setiap pulang kampung, pertanyaan bernada mengejek itu kerap dilontarkan orang-orang kepada I...

by Dede Putra Wiguna
May 21, 2025
Ubud Food Festival 2025 Merayakan Potensi Lokal: Made Masak dan Bili Wirawan Siapkan Kejutan
Panggung

Ubud Food Festival 2025 Merayakan Potensi Lokal: Made Masak dan Bili Wirawan Siapkan Kejutan

CHEF lokal Bali Made Masak dan ahli koktail Indonesia Bili Wirawan akan membuat kejutan di ajang Ubud Food Festival 2025....

by Nyoman Budarsana
May 20, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co