LOKAKARYA Pembuatan Minuman Kesehatan Loloh Piduh digelar Sabtu (30/11/2024) di Balai Desa Sanding, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar. Lokakarya ini merupakan salah satu program dari Aktivasi Bersama Penguatan Ekosistem Kebudayaan di Desa-desa Kawasan Warisan Dunia – Subak (Pura Ulun Danu Batur – DAS Pakerisan). Program ini diaktivasi guna mengembangkan gastronomi unggulan yang dapat diberdayakan untuk menguatkan warisan budaya dunia berupa subak dari dimensi budaya, ekologi hingga ekonomi.
Kegiatan pemajuan kebudayaan yang diaktivasi Desa Sanding ini berupaya mempertemukan hasil bumi dengan kreativitas kuliner lokal. Piduh (pegagan atau Centella asiatica) sesungguhnya adalah tanaman liar yang kaya manfaat, tanaman ini kerap diolah sebagai sarana pengobatan tradisional termasuk sebagai loloh. Secara medis, piduh dipercaya punya khasiat di antaranya untuk kecantikan kulit, memperlancar aliran darah, serta sebagai sumber antioksidan.
Kegiatan dilanjutkan dengan pameran produk hasil pengolahan minuman kesehatan tradisional di areal Pura Sagara Ulun Danu Batur-Pura Jati Batur, Desa Batur Tengah pada Minggu, (1/12/2024) ini.
Fasilitator program, I Ketut Eriadi Ariana menyebut saat ini ada tantangan untuk menjaga eksistensi natah (pekarangan) dan tanah kita dari laju pariwisata. Ingatan kolektif masyarakat berupa nama-nama jenis tanaman beserta cara mengolah loloh sebagai minuman kesehatan tradisional lambat laut mulai dilupakan.
“Bahkan, generasi saat ini bahkan mungkin tidak tahu rupa wujudnya,” kata dia.
Ia menyebut kegiatan pengolahan loloh yang diaktivasi Desa Sanding ini berpeluang sebagai kegiatan pemajuan kebudayaan sekaligus sebagai bentuk mempertahankan diri untuk tetap eksis di dunia agraris, dengan mengembangkan olahan minuman tradisional yang dikemas kekinian. Loloh piduh inilah yang kemudian diangkat sebagai gastronomi unggulan yang menyiratkan pesan tentang hubungan subak sebagai sumber kehidupan masyarakat dan sumber inovasi kreasinya.
Daya Desa Sanding, Dewa Made Yuliartawa menyebut di tengah arus globalisasi dan modernisasi, pewarisan tradisi pengobatan herbal, termasuk loloh don piduh, menghadapi berbagai tantangan. Tantang itu seperti generasi muda cenderung kurang tertarik untuk mempelajari atau melestarikan tradisi ini, karena kurangnya pengetahuan, minimnya promosi, maupun tekanan dari pola konsumsi modern yang lebih mengutamakan produk-produk instan. “Selain itu, bahan baku alami loloh don piduh-piduh juga mulai sulit ditemukan akibat degradasi lingkungan dan alih fungsi lahan. Jika tidak ada upaya strategis untuk melestarikan tradisi loloh don piduh, maka bukan tidak mungkin warisan budaya ini akan hilang,” sebutnya.
Hal ini menurutnya sangat disayangkan, padahal pewarisan ini tidak hanya penting untuk menjaga identitas budaya Bali, tetapi juga sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat lokal dan potensi kesehatan bagi masyarakat luas. Oleh sebab itu, upaya pemberdayaan dan pelestarian yang berbasis pada edukasi, inovasi, dan dukungan masyarakat agar loloh don piduh dapat terus diwariskan secara berkelanjutan diaplikasikan dalam program lokakarya ini.
Kegiatan ini menyasar masyarakat lokal, utamanya produsen, UMKM dan generasi muda melalui program edukasi, pelatihan kewirausahaan, kampanye pelestarian budaya lokal dan inovasi produk, pengemasan modern dan strategi promosi digital.
Perbekel Sanding, Kompiang Ambarayusa mengatakan lokakarya ini merupakan acara yang sangat berguna. Ia berharap kegiatan ini bisa terus berlanjut pada kesempatan mendatang sehingga dapat mengangkat potensi desa dan membangun pertumbuhan ekonomi yang baik.
Pihaknya mengaku untuk mendukung ekosistem yang menyokong produksi loloh piduh, maka pihaknya akan menyiapkan lahan di Subak Mertasari Sanding.
“Ada Pura Masceti dengan luas satu hektar laba puranya,” sebutnya.
Ke depan pihaknya akan mengajukan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) untuk produk unggulan desanya ini.
Di pihak lain, Wayan Sinarti yang merupakan praktisi dan pencipta resep loloh piduh menuturkan ia melanjutkan usaha orang tuanya dari tahun 1982, dimulai dengan menggunakan berbagai umbi temu-temuan. Model ini mirip dengan jamu gendong jawa.
Loloh piduh sendiri, merupakan pengembangan dari idenya sendiri setelah menikah tahun 2010.
“Saya mulai setelah herbal booming, mulai bahan baku hingga pemasaran semua saya lakukan sendiri,” ungkapnya.
Permasalahan yang dihadapinya adalah mengenai ketersediaan bahan untuk loloh yang mulai sulit dicari. [T][Ado/*]