Di tengah banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi, setiap orang memiliki peranan yang sama yaitu untuk menghentikan kasus kekerasan seksual sekaligus memupuk solidaritas untuk membantu memulihkan korban dari trauma. Kekerasan seksual sendiri bisa terjadi di ranah domestik maupun publik, tanpa terkecuali di institusi pendidikan, tempat yang seharusnya menjadi safe place bagi civitas akademika.
Hal ini terungkap jelas dalam “Webinar Goes To Campus: Stop Sexual Violence Semua Peduli Semua Terlindungi”, yang diselenggarakan oleh The Body Shop Indonesia, bekerjasama dengan Makasar International Writers Festival dan Komunitas Perempuan Mahima pada Selasa (30/11/2021). Webinar ini menghadirkan dua narasumber yaitu Ikhaputri Widianti dari Departemen Filsafat Universitas Indonesia dan Luh Putu Anggreni dari LBH APIK Bali.
“Kita harus bangun kesadaran untuk peka terhadap kasus kekerasan seksual pada institusi pendidikan (kampus). Secara individual kita harus mendengarkan pengalaman korban/penyintas. Secara institusional harus ada jaminan legal dalam penanganan kasus secara menyeluruh. Menempatkan diri pada sudut pandang penyintas, dengan etika kepedulian dan empati. Solidaritas dalam pendampingan dan penanganan kasus.” ujar Ikhaputri Widiantini yang merupakan dosen filsafat di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia, dalam presentasinya.
Ibu Anggreni dari LBH APIK Bali memberikan pandangannya bahwa masih banyak kendala-kendala ketika korban dan anak-anak menjadi korban dimana kasusnya banyak yang tidak berlanjut, apalagi orang dewasa. Ruang-ruang untuk memperoleh keadlian justru tidak tercapai bahkan ketika korban berani bersuara. Menurut Ibu Ang yang juga merupakan Sekretaris di LBH Apik Bali diperlukan ruang mekanisme penanganan pengaduan yang lebih transparan dan bisa mengakomodir kawan-kawan yang merasa takut untuk melaporkan kasus kekerasan seksual.
“Terkait dengan kekerasan seksual, hal penting yang perlu ditanamkan adalah empati. Dengan memperhatikan empati, kita akan mengenal bahwa orang memiliki otoritas atas dirinya sehingga consent akan dianggap penting sehingga pola pikir ini mendukung kampanye anti kekerasan seksual”, ucap Ikhaputri yang juga memiliki ketertarikan pada riset bertema feminisme, seni kontemporer, dan estetika terutama pada pemikiran abjeksi dari Julia Kristeva.
Kegiatan ini diselenggarakan seiring dengan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap perempuan yang berlangsung daru tanggal 25 November hingga 10 Desember 2021. Tercatat kurang lebih 220 peserta webinar yang hadir melalui aplikasi zoom dan youtube Rumata Art Space.
Webinar ini merupakan serangkaian kegiatan menuju peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional yang diperingati pada setiap 25 November. Program kampanye ini bertujuan untuk menumpas kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan yang akan berlangsung hingga 10 Desember nanti, yang diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia. Sembari menunggu disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, The Body Shop Indonesia, MIWF dan para mitra terus berupaya untuk mengedukasi setiap orang tentang kekerasan seksual sehingga mampu mendorong terciptanya ruang aman bagi perempuan dan seluruh rakyat Indonesia.
Peserta yang hadir pada webinar tersebut sangat antusias mengikuti webinar dengan pertanyaan yang begitu beragam. Ada yang bertanya khusus soal penanganan trauma pada korban. Menurut Ikhaputri ada 3 hal yang paling tidak harus dilakukan untuk membantu mendampingi korban dalam pemulihan trauma.
Pertama, mendengarkan dengan seksama. Mengenali persoalan dengan jernih. Kedua, jika traumanya cukup dalam kita bisa memberi saran untuk korban berkonsultasi ke psikolog. Ketiga, memberikan keputusan di tangan mereka, apa yang selanjutnya ingin mereka tempuh. Dengan memberikan empati dan pendampingan yang dibutuhkan maka korban akan merasa memiliki teman dan mampu perlahan bangkit. [T]