17 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Ketidakadilan Perayaan Hari Ibu

I Wayan ArtikabyI Wayan Artika
December 23, 2023
inEsai
Ketidakadilan Perayaan Hari Ibu

I Wayan Artika

BALI memiliki sejumlah kategori perempuan sebagai ibu (melahirkan). Di antaranya terjadi kontradiksi. Di ujung adalah Men Brayut, ibu dengan 18 anak. Di ujung yang berlawanan ada Men Bekung, perempuan yang menikah dan tidak memiliki keturunan. Di antara kedua kutub tersebut mungkin Men Tuung Kuning, ibu yang terancam oleh suaminya sendiri karena melahirkan anak perempuan.

Memiliki anak dan tidak memiliki anak masih diperjelas dengan konsep anak yang diidealkan, yakni anak laki-laki. Bisa menjadi ibu bagi perempuan Bali, seperti Men Brayut, masih belum cukup jika hanya melahirkan anak perempuan. Perempuan harus bisa melahirkan anak laki-laki.

Kutub Men Bekung adalah siksaan sosial sepanjang hidup perempuan Bali yang tidak beruntung karena tidak subur. Derita Men Bekung adalah narasi patriarki bahwa yang tidak subur itu identik dengan perempuan. Jika pasangan suami istri tidak memiliki keturunan, vonisnya dijatuhkan dengan telak pada istri.

Derita perempuan ini tidak hanya sebatas si tertuduh tidak subur dan karena inilah si suami boleh menikah lagi sebagai pernyataan bahwa dirinya tidak ada masalah soal kesuburan. Laki-laki Bali dibela oleh kuasa purusa bahwa dirinya tidak mandul!

Derita Men Bekung hingga ke alam kematian. Roh-roh mereka yang semasa hidupnya menyandang pungkusan Men Bekung akan menyusui ulat-ulat raksasa (sedagul). Pandangan kuno di Bali dengan terus terang menyalahkan perempuan yang malang tersebut. Mereka dihukum secara sosial semasa hidup dan kelak di alam kematian harus menyusui ulat-ulat raksasa.

Pandangan kuno adat yang antisains sama sekali tidak bisa menjelaskan perkara-perkara reproduksi yang tidak subur. Hal ini juga tampak pada ketimpangan bahwa biang kerok tidak subur itu hanya perempuan. Kelak, ilmu kedokteran mulai mengimbangi pandangan kuno itu. Sains atau kedokteran  menjadi pembela perempuan dengan permasalahan kesuburan.

Kutub lain adalah keluarga Brayut. Men Brayut memiliki 18 anak. Memang tidak ada persoalan apa-apa dengan jumlah anak yang banyak. Cerita ini menyampaikan pesan bahwa perempuan Bali harus menyerahkan tubuh dan seluruh hidupnya kepada anak-anak mereka.  Kelak, Men Brayut yang menyimpan ideologi kesuburan berhadapan dengan alam medis modern yang diwujudkan dengan program keluarga berencana (KB) untuk menekan jumlah penduduk.

Sebagai program baru, apalagi bergesekan dengan wilayah mitologi atau keyakinan, tentu KB di Bali tidak langsung diterima. Telah terjadi pemaksaan semboyan KB “dua anak cukup, laki perempuan sama saja”. Hal ini bertentangan dengan ideologi purusa di Bali. Nilai anak laki-laki lebih utama ketimbang anak perempuan. Men Tuung Kuning misalnya menerima pesan ”anak perempuan harus kau cincang bersama ari-arinya untuk dijadikan santapan ayam jago”.

KB tidak hanya mengguncang ideologi patriarki tetapi juga menimbulkan konflik batin pada diri orang Bali, yaitu tepatnya pada sistem kepercayaan kelahiran kembali. Program ini dipandang sebagai penutup pintu kelahiran para leluhur kembali.

Men Brayut adalah ”jalan tol” bagi para leluhur untuk lahir kembali karena seorang perempuan akan melahirkan 18 kali. Sejalan dengan Men Brayut, peluang leluhur lahir kembali sangat tinggi. Lantas, KB membatasi secara drastis: hanya dua kelahiran. Seorang penulis asing menyatakan KB telah membunuh Men Brayut.

Dalam masa hampir setengah abad kemudian sejak KB digelontorkan di Bali dan ternyata telah memberi rasa nyaman dengan dua anak, menjadi indikator utama kesuksesan, baru disadari KB menimbulkan persoalan kependudukan.

Politik demografi Gubernur Wayan Koster dengan tegas menolak semboyan KB ”dua anak cukup”. Ini dinilai sebagai ancaman demografi. KB yang sukses di Bali tidak serta-merta mengurangi kepadatan penduduk. Jumlah penduduk tidak terbendung karena pada satu sisi jumlah kelhiran berhasil ditekan dan pada sisi lain pendatang tidak terkendali masuk. Gubernur Wayan Koster mendekonstruksi “dua anak cukup” menjadi empat anak atau lebih.

Terlepas dari kedua kutub demografik: Men Brayut dan Men Bekung dan di antara keduanya terjadi garis mediasi: Men Tuung Kuning; adalah nasib Ni Nyoman Pollok. Ia seorang penari legong dari Desa Kelandis. Nasibnya malang dalam pernikahannya dengan Le Mayeur.

Perkawinan itu hanya menguntungkan Le Mayeur. Ni Pollok digunakan sebagai model. Dari sudut pandang Le Mayeur atau dengan menggunakan perspektif berkesenian modern-barat, perkawinan pelukis dengan modelnya, tentu tidak mengandung persoalan. Mereka bahagia.

Namun bagi Ni Pollok, perkawinannya tidak membahagiakan dirinya. Hal ini disampaikan Ni Pollok kepada penulis biografinya Yati Mariyati Wiharja dalam buku Ni Pollok, Model dari Desa Kelandis (1976). Sumbernya adalah satu hal: Le Mayeur mengkolonialisasi Ni Pollok dengan cara tidak mengizinkannya mengandung. Jika ia sampai mengandung, melahirkan dan menyusui, seperti Men Brayut maka keindahan tubuh Ni Pollok akan hilang sehingga tidak menarik dijadikan model lukisan.

Melalui perspektif patiarki atau kuasa purusa seperti pada cerita Men Tuung Kuning, Ni Nyoman Pollok pun bergeming. Le Mayeur tetap pada prinsipnya dalam mengkolonialisasi dengan menggerus seluruh keindahan alam Bali pada tubuh istrinya (?), modelnya.

Sebagai suami memang ia mencoba ”membayar” Ni Pollok dengan uang, kain batik, kompor, lukisan. Mungkin semua pemberian suaminya diterima walaupun tidak sepenuhnya karena sebagai model profesional ia layak menerima bayaran. Anak tidak pernah digantikan dengan lukisan mahal, uang, dan museum.

Ketika kehidupan modern merayakan peringatan hari ibu, sebagai apresiasi atas perjuangan kaum perempuan Indonesia, yang kala itu ruang yang dijadikan ajang mengkonstruksi kiprah perempuan Indonesia adalah bangsa namun kelak, dan sebagaimana akhir-akhir ini, hari ibu mengalami domestifikasi atau penyempitan makna.

Makna perayaan hari ibu, sebagaimana dapat dibaca di media sosial tanggl 22 Desember 2023, adalah perempuan yang menjadi ibu. Momen perayaan ini menunjukkan hubungan mesra antara ibu dan anak. Pola perayaan hari ibu yang direkam media sosial adalah rasa bakti anak kepada ibunya, ucapan terima kasih atas jasa ibu, atau ucapan membayar janji seorang anak kepada ibunya.

Dalam situasi ini, perayaan hari ibu mengandung rasa tidak adil. Perempuan yang tidak memiliki anak, seperti Ni Nyoman Pollok, tidak bisa mendapat perayaan hari ibu. Karena itu, perayaan hari ibu juga harus direvitalisasi maknanya. Yang dirayakan adalah jasa para perempuan. Dengan revitalisasi makna ini, perayaan hari ibu terasa lebih adil. Di sini, Ni Nyoman Pollok berhak mendapat ucapan hari ibu karena ia rela memilih hidup terkolonialisasi sebagai pilihan perempuan Bali di jalan kuasa purusa.

Ni Pollok memang tidak melahirkan anak-anak; tetapi tubuhnya telah melahirkan hampir seluruh karya Le Mayeur. Lukisan-lukisan itu semua adalah anak-anak Ni Nyoman Pollok.[T]

  • BACA artikel lain dari penulisI WAYAN ARTIKA
Lagu dan Meme Tentang Ibu di Hari Ibu : Kehebatan Emak-Emak yang Diabadikan
Doa Ibu Tidak Sepanjang Jalan

Dari Iwan Fals Hingga A.A. Raka Sidan: Catatan Kegagalan Pendidikan Tinggi
Literasi Dasar: Hubungan Abadi Antara Manusia dan Pengetahuan, Konstruksi dan Konsumsi
Tags: Hari IbuNi PollokPerempuan Bali
Previous Post

Pentas Suun: Percakapan Tubuh dengan Kursi-Kursi

Next Post

Puisi-puisi Rony Fernandez | Pemakaman, Senja, Persiapan Perang

I Wayan Artika

I Wayan Artika

Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. | Doktor pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha Singaraja. Penulis novel, cerpen dan esai. Tulisannya dimuat di berbagai media dan jurnal

Next Post
Puisi-puisi Rony Fernandez | Pemakaman, Senja, Persiapan Perang

Puisi-puisi Rony Fernandez | Pemakaman, Senja, Persiapan Perang

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Han Kang dan Kolase Enigmatik Novel Vegetarian

by Lintang Pramudia Swara
June 16, 2025
0
Han Kang dan Kolase Enigmatik Novel Vegetarian

BEGITU enigmatik dan diabolis, saya rasa Han Kang memberi tawaran segar di kancah sastra dunia. Sejak diumumkan sebagai pemenang Nobel...

Read more

Niskala Pancasila dan Tugas Besar Pendidikan: Menyemai Indonesia Raya dari Dalam Diri

by Dewa Rhadea
June 16, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

PERINGATAN Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni bukan sekadar momen seremonial. Ia adalah ajakan reflektif—untuk menengok ke dalam, menyatukan kembali...

Read more

Drama Gong

by I Wayan Dibia
June 16, 2025
0
Drama Gong

SEJAK pertengahan tahun 1960 kreativitas para seniman Bali telah melahirkan dua jenis seni drama. Salah satu seni drama yang dilahirkan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Piagam Gumi Delod Ceking untuk Pariwisata Berkelanjutan 

Piagam Gumi Delod Ceking untuk Pariwisata Berkelanjutan

June 16, 2025
Pesta Perilisan Buku “(Se-)Putar Musik” dari Beatriff: Ruang Produksi Pengetahuan yang Lebih Inklusif

Pesta Perilisan Buku “(Se-)Putar Musik” dari Beatriff: Ruang Produksi Pengetahuan yang Lebih Inklusif

June 15, 2025
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Tidak Ada Petruk dalam Drama Gong Lawas Banyuning Singaraja di Pesta Kesenian Bali 2025
Khas

Tidak Ada Petruk dalam Drama Gong Lawas Banyuning Singaraja di Pesta Kesenian Bali 2025

TIDAK ada Petruk dalam Drama Gong Banyuning, Singaraja, yang bakal pentas di Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025. Tentu saja. Yang...

by Komang Puja Savitri
June 16, 2025
Yan Mintaraga, Seniman Pinggir Taman Kota Singaraja
Persona

Yan Mintaraga, Seniman Pinggir Taman Kota Singaraja

SETIAP Minggu pagi, Taman Kota Singaraja menjelma menjadi panggung kecil bagi berbagai aktivitas. Ada anak-anak berlarian, ibu-ibu berbincang sambil menemani...

by Arix Wahyudhi Jana Putra
June 16, 2025
Rizki Pratama dan “Perubahan Diri” pada Acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” di Singaraja
Panggung

Rizki Pratama dan “Perubahan Diri” pada Acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” di Singaraja

DI acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” itu, Rizki Pratama tampaknya energik ketika tampil sebagai opening di Café Halaman Belakang...

by Sonhaji Abdullah
June 10, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Teman Sepanjang Perjalanan | Cerpen Putu Gede Pradipta

Teman Sepanjang Perjalanan | Cerpen Putu Gede Pradipta

June 15, 2025
Sajak-Sajak Angga Wijaya | Radio Tidak Kumatikan

Sajak-Sajak Angga Wijaya | Radio Tidak Kumatikan

June 15, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [19]: Mandi Kembang Malam Selasa Kliwon

June 12, 2025
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co