BULELENG | TATKALA.CO — Sampailah dewan juri dan tim monitoring ogoh-ogoh dari Provinsi Bali di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Selasa, 8 Februari 2023. Dan, di desa tepi danau itu, tim mendapatkan sambutan yang berbeda.
Pada saat penilaian itu, anggota sekeha teruna dan warga adat menmpilkan tarian sakral atau sesolahan Sang Hyang Penyalin.
Sang Hyang Penyalin memang tarian khas Desa Pancasari. Tarian itu biasa ditarikan pada rahina tilem sasih kaenem, pada saat warga Desa Pancasari menggelar upacara “Pecaruan Nangluk Merana”.
Dalam tarian itu, sejumlah penari mememainkan penyalin atau rotan. Rotan itu awalnya tak bisa berdiri tegak, tapi dengan ketika ditarikan rotan itu bisa tegak dengan sendirinya.
Pada intinya, tradisi sakral Sang Hyang Penyalin bertujuan untuk memohon kerahayuan masyarakat agar terhindar dari bencana besar dan hal-hal negatif lainnya.
Di Desa Pancasari itu, dewan juri dan tim monitoring melakukan penilaian terhadap ogoh-ogoh yang dibuat Sekeha Teruna (ST) Giri Kusuma, Banjar Giriloka, Desa Pancasari.
Juri dan Tim Pemprov Bali menyaksikan prosesi upacara mesolahan yang dilakukan oleh ST Giri Kusuma di depan karya ogoh-ogohnya. Aura sakral terasa menyelimuti lokasi penilaian lomba, sampai-sampai tidak ada satu pun yang memalingkan pandangan dari sesolahan yang dilakukan secara bergantian oleh anggota sekeha teruna dan tokoh adat itu.
Salah seorang dari tim Pemprov Bali diberikan kesempatan melakukan aksi mesolahan Sang Hyang Penyalin. Dari mimik wajahnya terlihat jelas kagum, heran bercampur takut juga karena merasakan langsung getaran rotan yang dipegang. Rotan ini panjangnya sekitar 3 meteran dengan lonceng dan jahitan janur menggantung pada ujungnya.
Berselang beberapa menit, tokoh adat kembali mengambil alih sesolahan Sang Hyang Penyalin itu untuk kemudian dilakukan prosesi upacara terakhir. [T][Ado/*]