29 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Hulutara: Kerja Arsip dalam Membaca Kota | Ulasan Acara Senandung Padu Irama Vol. 1

Agus Noval RivaldibyAgus Noval Rivaldi
November 12, 2022
inUlasan
Hulutara: Kerja Arsip dalam Membaca Kota | Ulasan Acara Senandung Padu Irama Vol. 1

Acara Senandung Padu Irama oleh Hulutara di Pelabuhan Tua Buleleng

Sudah lama sekali rasanya saya tidak menulis apa-apa dalam beberapa bulan ini. Semenjak dipindah tugaskan oleh kantor saya ke Singaraja, saya merasa mengalami “shock culture” dalam menghadapi pola hidup baru.

Bukan berarti saya lupa setiap jalan dan gang-gang kecil kota kelahiran saya, tapi saya mesti beradaptasi ulang dengan kota kelahiran saya sendiri. Sebab apa yang saya alami di rantauan kota Denpasar banyak memberi saya dampak secara laku tubuh.

Saya merasa kamus ketubuhan saya sudah menggunakan bahasa selayaknya penduduk asli kota Denpasar. Dengan pola ritme bekerja yang begitu padat, cepat dan melibas segala kayu penghalang sehingga merubah cara saya berpikir dalam memandang suatu hal.

Ketika pulang ke Singaraja, laku tubuh yang awalnya begitu tegang kemudian berubah tempo menjadi sangat melambat. Bahkan begitu nyaman dari sebelumnya, saya curiga apakah ini dampak dari bentuk struktur kerja di kota Singaraja atau memang dasarnya ingin bermalas-malasan dengan gaji yang sudah cukup.

Ah itu rasanya tidak penting, tapi laku tubuh semestinya patut dibaca ketika sedang berada pada suatu ruang atau kota. Apa dan siapa kita di kota ini?

[][][]

Akhirnya geliat saya menuliskan sesuatu kembali bergairah karena ada satu kegiatan kecil yang sangat membuat saya menyorotinya berhari-hari. Pada tanggal 10 November 2022, ada acara pameran rilisan fisik musik entah itu dalam bentuk piringan hitam (vinyl) dan kaset pita.

Acara ini diselenggarakan di Museum Soenda Ketjil, Pelabuhan Tua, Singaraja. Acara ini diinisiasi oleh sebuah kolektif budaya asal Singaraja bernama Hulutara.

Hulutara adalah salah satu kolektif budaya yang berisikan beberapa anak muda berusia di bawah 30 tahun. Hulutara diwacanakan untuk bergerak dalam membaca dari hulu hingga ke hilir khususnya Bali bagian utara.

Yang mereka coba mulai dari rilisan fisik musik, kemudian arsip-arsip itu mereka gunakan untuk membaca bagaimana arsip dan hari ini itu memliki pengaruh yang sangat baik. Mereka menamakan kolektif mereka sebagai Hulutara karena diambil dari singkatan Hulu Bali Utara yang sudah berdiri sejak tahun 2020.

Acara “Senandung Padu Irama” dari Komunitas Hulutara di Pelabuhan Tua Buleleng

Acara kemarin mereka beri judul “Senandung Padu Irama”, acara ini sekaligus acara perdana mereka untuk memulai menjalankan wacana mereka dalam membaca budaya Singaraja.

Acara ini juga didukung oleh Radio RRI Singaraja, karena beberapa arsip yang dipamerkan juga adalah koleksi yang ada di Radio RRI Singaraja. Yang mereka temukan ketika berkunjung ke sana, dari kejadian tersebut mereka memiliki keinginan untuk memamerkan arsip-arsip yang ditemukan. Sekaligus mereka juga memutarkan beberapa koleksi piringan hitam yang mereka miliki secara pribadi.

Kemudian saya mendatangi acara tersebut sekitar pukul 20.00 WITA, saya sepertinya agak terlambat datang. Karena ketika saya datang acara sudah dimulai, dan saya tidak sempat mendengarkan sharing session ketika acara dibuka. Kemudian saya masuk ke dalam Museum Soenda Ketjil untuk pertama kalinya.

Ya, ini pertama kalinya saya memasuki mesuem tersebut dari pertama kali bangunan yang berada di tengah-tengah Ex Pelabuhan ini dijadikan sebagai museum. Padahal museum tersebut berada di kampung saya sendiri, hampir setiap hari saya berada di areal Pelabuhan Tua hanya untuk bersantai menikmati matahari terbenam.

Saya tidak pernah tahu atau membayangkan bagaimana ruang yang berada di dalam museum. Akhirnya kemarin saya melihat secara langsung apa saja isi di dalamnya, ternyata banyak narasi-narasi kota Singaraja di masa lampau yang saya baru ketahui.

Sebelumnya saya hanya mendengar cerita-cerita dari orang yang saya temui tanpa menemukan narasi itu dalam bentuk utuh. Ketika mengunjungi Museum Soenda Ketjil akhirnya saya baru percaya bagaimana kejayaan kota Singaraja itu benar terjadi.

Sebab museum di mata orang awam, adalah suatu ruang yang begitu suci dan begitu kaku. Seolah museum dan seisinya adalah sebuah kitab yang tidak boleh kita pegang apalagi melakukan interaksi lebih jauh. Jadi tidak salah jika museum bukanlah menjadi salah satu destinasi kunjungan anak muda di jaman sekarang ini.

Kemarin saya melihat kekakuan museum itu justru patah, sejatinya sejarah itu tidak sekaku yang kita kira. Jika dibentangkan secara luas, sejatinya sejarah memiliki keterbukaan yang begitu lebar untuk kita masuki kemudian kita berikan dialektika yang baru.

Tapi seberapa banyak orang yang kemudian sadar dan terdorong untuk berangkat menjemput sejarah? Sejarah memang ditakdirkan untuk berdiam pada suata ruang dan waktu yang beku.

Suasana yang ramai dan akrab

Sejarah tidak akan bisa mendatangi hari ini, tapi hari ini yang harusnya sadar untuk menjemput sejarah dan membentangkannya secara lebar. Membaca masa yang akan datang saya rasa perlu adanya ulang-alik sejarah, sejarah itu bukan hanya berupa buku pelajaran.

Arsip juga bisa menjadi pisau bedah untuk melihat masa lampau, lapisan arsip pun memiliki banyak lembar. Mulai dari literasi tertulis, karya lukis atau patung, rilisan fisik musik, foto, bangunan kota dan bahkan cerita.

Ada banyak pisau bedah untuk mengupasn lapisan demi lapisan budaya. Apa lagi semisal mengkrucutnya jika ingin mencari tahu lebih dalam kota Singaraja masa lampau, jika berangkatnya dari rilisan musik mungkin sederhananya adalah melakukan pemetaan jejak rilisan fisik masa lampau musisi yang berasal dari kota Singaraja.

Jika ranahnya nasional mungkin saya rasa terlalu lebar, tapi sebagai pemantik acara ini sangat menarik untuk menimbulkan budaya kritis dan kreatif di kota Singaraja. Bukan hanya sekadar menikmati acara saja, tapi ada dialektika yang dibangun. Sekaligus menjadi ruang alternatif baru untuk membentuk acara musik yang berbeda.

Sekaligus menjadi ruang temu antar pecinta rilisan fisik, sekaligus juga menjadi ruang temu lintas komunitas yang berada pada irisan yang sama. Sama dalam artian ingin membaca potensi apa yang semestinya bisa dibangun di kota Singaraja.

Apalagi masalah dasar di kota Singaraja adalah memang sedikitnya ada ruang bebas akses atau ruang publik yang bisa digunakan untuk menggelar acara yang diformatkan untuk anak muda. Sekalinya ada tapi dibarengin dengan aturan atau ketentuan oleh pemerintah yang mungkin anak muda tidak sanggup atau kurang paham untuk melakukannya.

Apalagi perlu beberapa surat menyurat yang mungkin anak muda di Singaraja keburu malas dan putus asa. Akhirnya ada ruang-ruang alternatif di era trend Coffe Shop yang mungkin bisa dimanfaatkan untuk acara, tapi itu tidak banyak, dan bahkan bisa dihitung dengan jari. Tapi dari event kemarin semestinya pemerintah setempat bisa melihat peluang bagaimana ruang publik bisa dimanfaat oleh anak muda asalkan dengan format yang masih dalam konteks yang sama.

Mungkin perlu adanya semacam kurator dalam hal ini. Apalagi acara kemarin juga didukung oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, ini bisa jadi tawaran baru dalam pemanfaatan ruang-ruang yang ada di kota.

[][][]

Tapi di balik semua masalah yang ada dalam pengembangan kreatif di Singaraja. Saya rasa adanya Hulutara bisa menjadi ruang baru untuk menjadi study banding dalam pergerakan lolak anak muda, bukan membandingkan secara kualitas dan kuantitas. Tapi akhirnya gerakan itu makin banyak dan beragam, hanya saja memang belum ada benang merah untuk menyambungkan satu sama lain, entah mungkin karena dengan sadar merasa berbeda atau merasa diri lebih senioritas.

Maka saya rasa dalam membangun ekosistem yang baik ke depannya egosentris itu semestinya diletakkan dahulu. Bagaimana kita harus mulai menyadari pentingnya berkoneksi satu sama lain, sebuah kolektif atau komunitas semestinya saling berkoneksi meski formatnya berbeda. Karena dalam prakteknya masalah yang dihadapi juga sama saja.

Akhirnya ketika bertemu dan saling berdiskusi keresehan tersebut bisa membuka ruang kemungkinan untuk menciptakan daya baru yang dihasilkan oleh bersama. Misalkan komunitas musik dan literasi, jika kedua tersebut dipandang secara bentuk yang dihasilkan sudah jelas berbeda.

Tapi pada kemungkinan yang lain, lintas disiplin tersebut bisa saling menguatkan dan menguntungkan. Apalagi dalam sebuah komunitas tersebut latar belakang lintas disiplin ilmu yang beragam. Lagi pula untuk apa menutup pagar rapat-rapat jika membangun komunitas? Bukankah komunitas terbentuk karena adanya kesepakatan berpikir dan tukar dialektika antar individu? Saya rasa komunitas-komunitas di Singaraja harus mulai membuat peta mereka masing-masing untuk wacana gerekan mereka.

[][][]

Dengan adanya acara “Senandung Padu Irama Vol. 1” yang diinisiasi oleh Hulutara saya rasa sudah menjadi loncatan awal untuk kita membuka mata lebih lebar lagi dalam memproyeksikan diri melihat fenomena membangun ekosistem kreatif yang lebih mapan.

Bermusik bukan hanya menciptakan lirik dan aransemen nada yang kemudian direkam dan dirilis setelah itu selesai. Ada banyak hal-hal di luar proses kreatif yang tidak kita jangkau untuk diketahui, termasuk pengarsipan. Mencari dan mengarsipkan karya-karya sendiri saya rasa juga hal yang mesti disadari dengan sadar.

Bukan hanya pengarsipan secara fisik tapi juga jejak literasi yang baik. Sebab sejarah sering kali dikatakan dibuat oleh para pemenang, pemenang adalah orang yang lebih dulu sadar dan kemudian mengambil langkah untuk melakukannya. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan bersama, jika tidak bisa mengerjakannya sendiri maka saling berjejaring menjadi alternatif lain untuk membuka proyeksi baru.

Hulutara bisa menjadi contoh bagaimana memulai hal yang begitu kaku kemudian dikemas menjadi sebuah hiburan. Acara kemarin membuat saya membayangkan kembali bagaimana kota Singaraja begitu hingar bingar. Melihat Museum Soenda Ketjil ramai olah anak muda membuat saya kagum dan bergumam dalam hati. Sekaligus tidak percaya bahwa ruang tersebut bisa diisi oleh anak-anak muda yang ramai, bersenang-senang bersama dan menjadi ruang bertemu yang hangat dan intim.

Orang bisa melihat kembali pita kaset dan piringan hitam yang sudah tua di Pelabuhan Tua Buleleng

Pelabuhan Tua (biasa disebut ex Pelabuhan Buleleng) yang sehari-hari jika malam tiba begitu gelap tapi pada acara kemarin seperti memiliki suasana berbeda. Terang lampu yang keluar dari museum seolah memberikan pesan bahwa ruang tersebut terbuka untuk siapa saja dan dari kalangan usia berapa saja.

Lalu saya berpikir sebelum meninggalkan acara kemarin, apa yang bisa saya berikan untuk acara tersebut agar tidak hanya sekedar menjadi pengunjung biasa. Saya rasa jawabannya adalah ulasan ini, sekaligus bisa menjadi catatan kita bersama untuk beberapa point yang bisa kita diskusikan bersama sambal ngopi ala-ala anak gaul jaman sekarang.

Yang terpenting kita sadar bahwa hari ini kota Singaraja bukan lagi sebagai kota pusat, kita tidak bisa melepaskan diri dari bayang-bayang intervensi ibu kota. Maka sebagai kota kecil kita harus lebih sadar dalam mengadaptasi budaya ibu kota untuk kita kemas kembali menjadi identitas dan kemudian menjadi budaya kita ke depan kelak.

Saya rasa sudah terlalu banyak ngalur ngidul yang sudah tersampaikan. Sampai saya teringat bahwa ada hal yang lebih penting dari membayangkan kota ini maju, yaitu perut saya yang sudah mulai kroncongan. Ya, saya harus lebih realistis berpikir soal masa depan dan cita-cita. Mari kita hadapi arus terjangnya meramaikan kota Singaraja, meski sambil saling mengejek sedikit. Salam. [T]

Lirik, Vokal, Musikalitas dan Keberagaman | Dari Lomba Cipta Lagu Cagar Budaya Buleleng
REIM Space dan Upaya-upaya Membangun Ekosistem Bermusik di Kota Singaraja | Ekosistem Seperti Apa?
Tags: bulelengMuseummusik
Previous Post

Puisi-puisi Ida Bagus Dharmadiaksa | Biarlah Kita Abadi Begini

Next Post

Insan-insan Imajiner Made Kaek Dipamerkan di Chiang Mai, Thailand

Agus Noval Rivaldi

Agus Noval Rivaldi

Adalah penulis yang suka menulis budaya dan musik dari tahun 2018. Tulisannya bisa dibaca di media seperti: Pop Hari Ini, Jurnal Musik, Tatkala dan Sudut Kantin Project. Beberapa tulisannya juga dimuat dalam bentuk zine dan dipublish oleh beberapa kolektif lokal di Bali.

Next Post
Insan-insan Imajiner Made Kaek Dipamerkan di Chiang Mai, Thailand

Insan-insan Imajiner Made Kaek Dipamerkan di Chiang Mai, Thailand

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more

Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

by Hartanto
May 28, 2025
0
Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

SALAH satu penggayaan dalam seni rupa yang menarik bagi saya adalah gaya Abstraksionisme. Gaya ini bukan sekadar penolakan terhadap gambaran...

Read more

Waktu Terbaik Mengasuh dan Mengasah Kemampuan Anak: Catatan dari Kakawin Nītiśāstra

by Putu Eka Guna Yasa
May 28, 2025
0
Pawisik Durga, Galungan, dan Cinta Kasih

DI mata orang tua, seorang anak tetaplah anak kecil yang akan disayanginya sepanjang usia. Dalam kondisi apa pun, orang tua...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space
Pameran

Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space

ANAK-ANAK muda, utamanya pecinta seni yang masih berstatus mahasiswa seni sudah tak sabar menunggu pembukaan pameran bertajuk “Secret Energy Xchange”...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co