“Sebagian besar otak pembunuhan adalah orang dekat.”
Beberapa kasus pembunuhan yang sangat menarik akhir-akhir ini, menggoda saya untuk menulis artikel dengan topik pembunuhan. Apalagi saya memang doyan banget membaca kisah-kisah pembunuhan terutama dari novel-novel klasik Sherlock Holmes dan Agatha Christie.
Kisah-kisah yang ditulis kedua pengarang itu selalu dipenuhi kabut misteri yang memancing rasa penasaran kita bagai awan bergulung-gulung yang tak bisa ditahan lagi bakal menjadi hujan deras.
Sesuai dengan zamannya yaitu saat kedua penulis hidup pada era abad ke-18 maka karakter ceritanya pun sesuai dengan situasi pada saat itu. Maksudnya adalah, cara kerja detektif dalam memecahkan teka-teki siapa pelaku pembunuhan sepenuhnya menggunakan imajinasi, kekuatan logika dan kronologis kejadian dari pengamatan yang mendalam dan teliti.
Meskipun prinsip-prinsip hukum tidak berbeda dengan penanganan kasus dalam era modern ini, namun terkait profil bukti-bukti kejahatan yang dipakai dalam penyidikan jelas sudah sangat jauh berbeda. Oleh karena saat itu belum ada teknologi DNA dan video rekaman kamera pengawas (CCTV), maka sekali lagi, bukti-bukti yang digunakan pada kejahatan dalam kisah-kisah kriminal klasik tersebut adalah linimasa atau timeline.
Seorang detektif saat itu akan menyusun garis waktu yang kemudian diisi dengan segala kejadian yang berhasil dikumpulkannya sebagai petunjuk, dari pengamatan yang tajam dan teliti. Data bisa diperoleh dari tempat kejadian perkara (TKP) dan juga dari keterangan yang diminta dari semua pihak yang dinilainya terlibat. Linimasa disusun dengan sangat rinci dan teliti, detik demi detik, menit demi menit, dan seterusnya membangun konstruksi kasus pembunuhan yang terjadi.
Filosofinya adalah, jika tempat tidak bisa bercerita mengenai peristiwa pembunuhan, maka sang waktu dapat saja berbicara dengan lugas dan terang benderang. Betapa kita kemudian sadari, begitu vitalnya waktu dan kesempatan dalam hidup ini. Yang harus kita akui, waktu dan kesempatan telah sering kita lalaikan.
Seseorang tidak akan pernah berada pada dua lokasi yang berbeda pada saat yang bersamaan. Itulah yang dikenal sebagai alibi. Poin pertama yang dipastikan seorang detektif kepada seorang terduga. Tentu saja hasil bedah mayat, profil senjata dan temuan sidik jari juga merupakan poin penting dan relevan hingga saat ini.
Saya pun kerap menyaksikan tayangan serial film kasus-kasus pembunuhan dalam CSI (crime scene investigation) pada saluran tv kabel AXN dan Fox Crime. Dalam serial film ini, detektif sudah menerapkan metode yang sangat modern dalam penyelidikan kejahatan terutama pembunuhan.
Modalitas yang membedakan metode pemecahan misteri pembunuhan dalam serial CSI dengan kisah-kisah klasik tersebut tentu saja yang paling menonjol adalah rekaman CCTV dan hasil tes DNA. Rekaman CCTV sebagai representasi tempat, waktu dan linimasa dengan sangat lugas dapat menangkap dan memastikan baik peristiwa dan umumnya para pelakunya.
Sementara DNA yang unik pada setiap inidividu dengan sangat presisi akan menunjuk siapa pelaku kejahatan tersebut. Sebagai contoh pada kasus bukan pembunuhan, seluruh dunia mengetahui, di tahun 1998 mantan presiden Bill Clinton menyerah, laporan forensik menyimpulkan ada DNA sang presiden pada pakaian dalam Monica Lewinsky. Ini contoh paling meyakinkan bagaimana ilmu forensik telah mengambil posisi dalam dunia hukum, dikenal sebagai aspek medikolegal.
Nah, fenomena inilah yang dalam kisah nyata dunia kejahatan menjadi kunci utama pemecahan kasusnya. Hampir semua kasus kriminal, terutama pembunuhan, dalam dokumentasi chanel Crime Investigation, dengan meyakinkan dipecahkan berkat rekaman CCTV dan pemeriksaan DNA.
Hampir pada semua korban dan di TKP kasus pembunuhan, apalagi jika sempat terjadi perlawanan oleh korban, ada jejak materi genetik atau DNA para pelaku. Bahkan kasus-kasus yang sudah terjadi puluhan tahun sebelumnya, tetap dapat dilacak kesesuaian DNA melalui sistem yang dinamakan CODIS atau Combine DNA index System. Metode berbasis data DNA komunitas ini digunakan dengan sangat efektif oleh FBI untuk mengusut kasus-kasus kriminal di Amerika Serikat.
Demikian pula, rekaman CCTV yang semakin umum diterapkan pada kantor, rumah tinggal maupun area publik begitu banyak membantu menyelesaikan sebuah kasus kriminal. Video rekaman ini seakan-akan telah menggantikan konstruksi linimasa peristiwa yang diimajinasikan para detektif masa lalu.
Maka, jika detektif masa lalu mengandalkan kepekaan hati dan kekuatan imajinasi untuk memperoleh petunjuk dari satu peristiwa kejahatan, maka aparat hukum saat ini banyak dibantu kemajuan teknologi. Namun semua itu takkan bermakna bila seorang detektif atau aparat hukum tak memiliki integritas dan jiwa-jiwanya penuh kejujuran serta dedikasi dalam tugasnya. Pada akhirnya semua kembali pada sang panglima, yaitu pikiran dan hati insani.
Kita tentu tak pernah berharap terlibat dalam prahara memilukan kasus kriminal seperti itu. Apalagi kasus pembunuhan yang begitu menarik perhatian banyak orang. Namun kita dapat menarik pelajaran penting dari berbagai kasus pembunahan akhir-akhir ini. Apakah itu?
Pertama, bagaimanapun juga kita mesti menghargai dan perhatian dengan waktu, sang kala, saat yang akan menentukan segalanya.
Kedua, setidaknya mengikuti kemajuan teknologi disertai literasi yang baik terkait teknologi tersebut. Terakhir yang terpenting adalah, pikiran dan hati yang tetap kita jaga di atas trek yang lurus, karena pikiranlah menentukan nasib manusia.
Oh ya, hampir saja lupa. Meskipun ini sudah kita maklumi bersama, tetap harus dipastikan hubungan kita dengan semua orang apalagi orang-orang dekat harus baik. Jangan lupa, sebagian besar pembunuhan, pelakunya adalah orang-orang dekat! [T]
___
Baca esai/tulisan DOKTER ARYA lainnya…