Tradisi Lukat Geni di Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, yang unik, langka dan sacral kini memiliki sertifikat Hak Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Dengan begitu, tradisi ini secara resmi dilindungi oleh hukum.
Tradisi ini didaftarkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana (BEM FH Unud) sebagai KIK ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali.
Sertifikat KIK diserahkan Senin, 14 Pebruari 2022, dan diterima oleh Perbekel Desa Paksebali I Putu Ariadi.
Sejak awal Ariadi selaku perbekel sangat mendukung upaya pendaftaran tradisi Lukat Geni untuk mendapatkan KIK Desa Paksabali. Warisan budaya ini memang sangat penting sekali untuk didaftarkan untuk mendapatkan KIK agar warisan budaya Desa Paksebali tidak diklaim oleh pihak lain.
Dari tahun 2015 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana sudah memberikan bantuan mewujudkan Desa Paksebali sebagai wisata, memberikan bantuan pemahaman bidang hukum kepada masyarakat.
“Sekarang ini datang lagi ke Paksebali untuk memberikan perlindungan hukum atas legalitas salah satu kebudayaan kita di Desa Paksebali ini,” kata Ariadi.
Ariadi sangat mengapresiasi usaha yang dilakukan oleh mahasiswa FH Unud karena sejak tahun 2015 sudah memberikan bantuan untuk Desa Paksebali.
“Warisan budaya ini sangat penting untuk didaftarkan. Sebenarnya banyak budaya kami yang selama ini sudah di klaim oleh orang lain tidak hanya orang lokal tetapi juga internasional,” ungkapnya.
Apa itu Tradisi Lukat Geni?
Tradisi Lukat Geni merupakan Tradisi Sakral yang berasal dari Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Tradisi ini dilaksanakan oleh pemuda-pemudi maupun Pelingsir Puri yang berasal dari Puri Satria Kawan. Lukat Geni ini digelar setiap satu tahun sekali, tepatnya pada hari Pengerupukan yang jatuh setiap Sasih Kesanga, bertempat di perempatan (catus pata) Satria Kawan atau di Merajan Agung Puri Satria Kawan.
Sebelum melaksanakan tradisi Lukat Geni, para peserta diwajibkan untuk melaksanakan pantangan minimal 3 hari dengan memutih dan mensucikan diri dari segala hal negatif duniawi. Tahapan awal, diawali dengan prosesi melukat di Segara (Laut) dan muspa (sembahyang) di Pura Seganing yang dilaksanakan pagi hari. Setelah melaksanakan prosesi tersebut, dilanjutkan dengan meminta restu di Merajan Agung Puri Satria Kawan. Lalu, dilanjutkan dengan pelaksanaan pemasupatian dan penyucian terhadap obor yang akan digunakan untuk membakar prakpak yang dipakai untuk pelaksanaan Lukat Geni.
Biasanya, tradisi ini dilakukan oleh 33 peserta sesuai dengan total pengurip. Aturan dalam pembakaran obor, yaitu dengan cara disebelah timur berdiri daha (truni) sejumlah 5 orang berpakaian putih, di sebelah selatan 9 orang berpakaian merah, di sebelah barat 7 orang berpakaian kuning, di sebelah utara 4 orang berpakaian hitam, dan di tengah 8 orang dengan warna pakaian mancawarna. Waktu pelaksanaannya dimulai pukul 18.30 WITA hingga selesai.
Sebagai puncak dari tradisi Lukat Geni ada pada saat peperangan api. Perang geni diawali dengan perang 1 lawan 1 dengan cara memukulkan prakpak yang berisi api ke punggung lawan. Mereka akan berhenti saling memukul, jika api pada prakpak telah padam. Setelah semua peserta telah berkesempatan 1 lawan 1 dilanjutkan dengan perang beramai- ramai oleh seluruh peserta dari seluruh sudut.
Setelah kegiatan Lukat Geni di Perempatan Satria ini selesai, warga kembali ke Merajan Agung Puri Satria Kawan untuk melaksanakan persembahyangan sebagai wujud rasa terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena kegiatan sudah berjalan dengan baik. Tradisi Lukat Geni ini dilaksanakan setiap hari Pengerupukan ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara Bhuana Agung dan Bhuana Alit dan pembersihan diri secara rohani.
Perlindungan Hukum
Ketua BEM FH Unud, Gilbert Kurniawan Oja, mengatakan, dengan diterimanya sertifikat KIK itu, artinya tradisi Lukat Geni sudah resmi mendaptkan perlindungan hukum.
“Saat ini tradisi Lukat Geni sudah resmi mendapat perlindungan hukum,” kata Gilbert Kurniawan Oja, Kamis 17 Pebruari 2022.
Sementara itu, Ketua panitia, Putu Candra Daniswara Irawan, mengatakan tradisi Lukat Geni merupakan suatu warisan budaya sakral, sehingga tradisi ini sangat penting untuk didaftarkan. Keantusiasan seluruh panitia dalam mendaftarkan tradisi ini ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali ini membuahkan hasil.
“Tradisi Lukat Geni ini merupakan budaya sakral, sehingga perlu untuk diberi perlindungan hukum agar budaya ini tetap lestari. Salah satunya dengan mendaftarkan tradisi Lukat Geni ini sebagai KIK,“ ungkapnya.
Koordinator Program Studi Sarjana Ilmu Hukum, Made Gde Subha Karma Resen menjelaskan pendaftaran tradisi Lukat Geni merupakan rangkaian dari kegiatan Pengabdian Masyarakat yang diselenggarakan oleh BEM FH Unud. Sejak tahun 2015, Fakultas Hukum Universitas Udayana konsisten membantu mengembangkan Desa Paksebali.
“Sejak tahun 2015 kami konsisten membantu mengembangkan Desa Paksebali, mulai dari memberikan pemahaman tentang hukum contohnya KIK ini hingga membantu Desa Paksebali untuk menjadi Desa Wisata,” ungkapnya.
Subha Karma berharap, dengan pendaftaran KIK ini Desa Paksabali konsisten melestarikan warisan budaya khususnya tradisi Lukat Geni. “Kami mengharapkan agar Desa Paksebali konsisten melestarikan warisan budaya yang ada khususnya tradisi Lukat Geni yang sudah terdaftar sebagai KIK,” katanya. [T][Ado/*]