Wacana konservasi air bukanlah hal baru. Wacana itu sudah ada sejak dulu kala, bahkan sudah tertulis dalam banyak teks-teks tradisional dalam lontar.
Akademisi Sastra Bali Universitas Udayana, Putu Eka Guna Yasa, S.S., M.Hum., mengatakan terdapat sejumlah lontar yang mengandung wacana tentang upaya konservasi air. “Cobalah baca teks-teks tradisional pada lontar, di situ terdapat banyak naskah mewacanakan upaya menjaga kelestarian air,” kata Guna Yasa.
Guna Yasa mengatakan itu pada saata menjadi narasumber pada webinar bertajuk “Wacana Konservasi dalam Naskah Lontar Bali” yang diselenggarakan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bali, Kamis (25/11/2021). Selain Guna Yasa, dalam webinar itu juga menghadirkan narasumber penikmat sastra Bali yang konsen pada isu lingkungan, I Ketut Eriadi Ariana, S.S. (Jero Penyarikan Duuran Batur).
Dalam paparannya yang berjudul “Wacama Konservasi Air dalam naskah Lontar Bali”, Guna Yasa merinci naskah-naskah yang mewacanakan konservasi air, antara lain Geguritan Purwa Sanghara, Roga Sanghara Bhumi, Adiparwa, Tantu Panggelaran, Siwagama, Geguritan Japatuan, Usada Yeh, dan Jnana Siddhanta.
Geguritan Purwa Sanghara dan Roga Sanghara Bhumi disebutkan mewacanakan air sebagai wujud yang merusak. Sementara, pada naskah lainnya air diwacanakan bersifat konstruktif.
Lebih jauh pada pustaka Tantu Panggelaran air justru diwacanakan sebagai elemen yang harus dihormati. Wacana itu dicitrakan melalui kisah Danghyang Teken Wuwung, seorang brahmana yang ikut memindahkan Gunung Semeru dari Jambudwipa. Brahmana tersebut diceritakan mengotori sungai di bagian hulu, yang membuatnya dikutuk Bhatara Iswara.
Dalam Siwagama, wacana konservasi air juga disebutkan dalam sebuah bhisama, di mana pantang bagi seorang brahmana untuk membuang bekas kunyahan sirih, berak, maupun kencing di air yang mengalir. “Jika itu dilakukan maka keampuhan mantra akan hilang, karena Dewi Gangga selaku dewa sungai tidak memberi anugerah padanya,” ucapnya.
Geguritan Japatuan dinarasikan keberadaan Pancaka Tirta yang memiliki fungsi sebagai penyucian diri secara jasmani dan rohani dari orang-orang papa, durhaka, angkara, berbuat ilmu hitam, selingkuh, berbohong, hingga melebur berbagai penyakit. Air sebagai sarana pengobatan juga dibahas secara total di Usada Yeh.
“Dalam Jnana Siddhanta mengungkapkan di dalam tubuh manusia sesungguhnya ada Sang Hyang Tirta, kesucian berbagai sungai suci dalam keyakinan Hindu yang tidak ada bedanya dengan air dalam tubuh manusia,” kata dia.
Dalam webinar itu, Jero Penyarikan Duuran Batur mempresentasikan makalah berjudul “Ranu Krti: Pemuliaan Danau dalam Teks Tradisional Bali”. Beberapa pijakan teks yang digunakan di antaranya Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul, Kakawin Purwaning Gunung Agung, dan raja Purana Pura Ulun Danu Batur (Purana Tattwa dan Pratekaning Usana Siwa Sesana).
“Kita memiliki empat danau di Bali, Danau Buyan stana Bhatari Gangga, Danau Batur kahyangan Bhatari Uma, Danau Tamblingan stana Bhatari Ghori, Danau Bratan stana Bhatari Laksmi. Keempatnya merujuk sebagai dasanama Parwati atau Durga sebagai Sakti dari Dewa Siwa,” jelasnya.
Menurut Kakawin Purwaning Gunung Agung, lanjutnya, Danau Batur yang ada di Kaldera Batur, dinarasikan sebagai air suci keabadiaan yang utama (mahamretta). Konsep itulah yang menjadikan Danau Batur sebagai salah satu poros masyarakat agraris Bali.
“Konsep Pasihan Bhatari Sakti Batur yang hidup di masyarakat agrarsi Bali melahirkan suatu bentuk solidaritas sosial. Menurut konsep itu, air Batur mengalir ke berbagai daerah Bali, dan dari sanalah muncul tanggung jawab kolektif masyarakat Bali untuk melaksanakan konservasi air danau, dalam hal ini muncul praktik ritual pakelem atau danu krti,” jelasnya.
Ia menilai konsep itu harus direfleksikan ulang. Menurutnya, selain di tingkatan ritual, gerakan konservasi yang nyata perlu dibangun secara kolektif. “Sederhananya, misalnya subak-subak itu turut ikut menanam pohon di pangulun subaknya masing-masing, yang mendapat aliran air daro Batur menanam di Batur, yang berhulu ke Gunung Agung, ke Batukaru, ke Pucak Mangu, menanam di sana. Bila perlu ada kawasan hutan khusus yang dipertanggungjawabkan oleh subak di hilir yang terus menanam secara konsisten,” kata dia. [T][*][Ado]