Hidup ini adalah pilihan. Tidak memilih pun juga adalah pilihan. Kalau kita memilih sesuatu, biasanya sudah dipertimbangkan dengan matang, untung ruginya, kekurangan dan kelebihannya.
Tapi pada kenyataannya tidak semua yang dipilih bisa diperhitungkan dengan matang, dengan logika-logika atau perasaan-perasaan yang ada. Banyak hal yang terjadi yang awalnya adalah hal kecil dengan pilihan kecil yang selanjutnya akan berpengaruh pada yang lebih besar, lebih besar dan lebih besar lagi. Seperti yang terjadi pada Kera Putih.
Awalnya ia adalah seorang anak yang memilih menjadi cuek, tidak jahat tetapi hanya agak malas dan tidak peduli. Ayahnya adalah Dewa Wisnu yang memiliki alam semesta dan semua kekayaan. Tahu ayahnya memiliki segalanya, membuat anak ini manja, suka makan apa saja, dan ia terbiasa membuang kulit dan pembungkus makanan sembarangan.
“Kan ada tukang sapu, biarkan saja mereka berkerja,” begitu katanya yang membuat Dewa Wisnu sedih dan menghukumnya, menjadi binatang dan ia memilih menjadi kera, Kera Putih yang tampan dan sakti.
Ia sudah memilih menjadi seekor kera, tak bisa ditarik lagi. “Ahhh kenapa memilih jadi kera? Harusnya aku memilih menjadi harimau saja, raja hutan yang ditakuti, atau menjadi gajah yang besar dan hebat, atau menjadi kuda putih yang gagah, cekatan dan bisa terbang,” pikir Kera Putih.
Tapi pilihan tak bisa diubah, makanya dia kemudian meminta kepada Dewa Wisnu untuk menjadi Kera Putih yang sakti, kuat, cerdik, bisa terbang dan menghilang.
“Baiklah kalau itu pilihanmu, akan aku kabulkan, tetapi ingatlah dalam setiap pilihan, juga terkandung tugas-tugas, ” kata Dewa Wisnu.
“Siap, Ayahanda, akan hamba jalankan semua tugas itu,” janjinya.
Pada saat yang sudah ditentukan, anak itu telah berubah menjadi Kera Putih yang tampan dan sakti. Tugasnya adalah mengantarkan pesan dari dan untuk Dewa Wisnu.
“Tugas yang sangat mudah, apakah tidak ada tugas tambahan lagi agar kesaktian hamba tidak sia-sia,” kata Kera Putih agak sombong. Dewa Wisnu menggeleng.
“Tidak, lakukan satu tugas itu dengan sebaik-baiknya, ” perintah Dewa Wisnu, sambil memberikan sebuah lontar untuk disampaikan kepada seorang raja.
Kera Putih terbang tinggi, burung-burung gagak yang mengejarnya berhasil ia kelabui. Mereka tak bisa menemukannya karena sembunyi di balik awan yang putih bersih. Akhirnya Kera Putih dengan cepat bisa menyelesaikan tugas pertamanya.
“Ahh tugas yang mudah dan membahagiakan, ” kata Kera Putih sambil duduk menopang dagunya dengan tangan.
Sebagai pengantar pesan kebaikan dari Dewa Wisnu, Kera Putih disambut meriah oleh raja dan rakyatnya. Permaisuri raja dan putra-putri raja juga sangat memujanya, mengatakan dirinya kera yang tampan, cerdik dan sakti. Hati Kera Putih berbunga-bunga. Kenangan puja-puji orang-orang yang menyambutnya selalu terlintas di benaknya, membuatnya bangga dan selalu bangga.
Tugas kedua, ketiga dan selanjutnya bisa dilakukan Kera Putih dengan baik, dengan mengandalkan kesaktian dan kecerdasannya. Dalam menjalankan tugas, Kera Putih masih suka memilih-milih. Kera Putih akan memilih tugas yang dipandangnya ringan dan mengabaikan tugas yang dirasakannya sulit.
Dewa Wisnu tahu hal itu, sehingga beliau memberikan tugas yang sangat sulit, yaitu; mengambil air, api, udara, tanah dan angkasa yang paling murni. Kera Putih termenung, tapi Dewa Wisnu memberinya mantra.
“Ucapkanlah mantra ini, maka, unsur-unsur bumi yang paling murni akan muncul, ambillah.. ” kata Dewa Wisnu. Kera Putih berusaha melakukannya, tetapi ia rasakan tugas itu agak sulit, banyak hal di jalan yang menghambat langkahnya. Ia melewati pasar, ada banyak buah-buahan yang ia sukai. Kera Putih tak bisa menahan air liurnya. Kera Putih sudah berhenti di pasar, tapi tiba-tiba terdengar suara ibunya yang mengingatkannya untuk menjalankan tugas. Kera Putih juga sangat ketakutan saat harus mengambil kemurnian api, tapi syukurlah ibunya memberitahukan caranya agar ia tak terbakar.
Yang paling sulit dan menakutkan adalah ketika Kera Putih harus mengambil angkasa. Kera Putih hampir menyerah karena merasa tak kuat.
“Lepaskan pikiranmu, lepaskan tubuhmu, lepaskan keinginan-keinginanmu, ” suara ibunya memberi tuntunan. Kera Putih ketakutan, karena perlahan-lahan tubuhnya menghilang. Kakinya, tubuhnya, tangannya, kepalanya, semuanya menghilang. Hanya yang dia rasakan di hatinya suara dan kasih sayang ibunya.
Setelah melakukan tugas penting itu Kera Putih mulai menikmati tugasnya sebagai pembawa pesan. Tapi yang tak hilang adalah sifat Kera Putih yang pemilih.
Pada saat bulan purnama, Dewa Wisnu memberikan banyak anugrah kepada manusia. Kera Putih ditugaskan untuk memberikan hadiah secara adil. Mendapat tugas itu Kera Putih sangat bahagia. Kera Putih dengan semangat membuat rincian orang-orang dan hadiah-hadiah yang akan diberikan. Kera Putih tak menghiraukan arahan dari Dewa Wisnu, karena dia merasa sudah pintar dan tahu apa yang harus dilakukan. Kera Putih yakin yang dilakukannya tepat karena dia lebih tahu apa yang diperlukan orang-orang yang dikenalnya. Kera Putih hanya memberikan hadiah kepada orang-orang yang baik dan percaya padanya.
“Kenapa aku memberikan hadiah pada yang tak percaya padaku, nanti aku dianggap pendusta, kan malah akan menambah dosa, Dewa Wisnu pasti tidak suka orang-orang berbuat dosa,” kata Kera Putih dalam hati. Ia sangat yakin bahwa tindakannya benar.
Kera Putih sangat bersemangat menjalankan misinya sebagai pemberi hadiah. Kera Putih merasa kaget ketika ada bencana alam, ada banjir bandang, gunung meletus dan ada perang besar. Dewa Wisnu memanggilnya dan mengatakan semua itu adalah salahnya.
“Saya tak pernah memakai kesaktian saya untuk membuat banjir bandang, untuk meletuskan gunung, apalagi untuk mengadu domba mengajak perang, saya selalu mengajarkan cinta kasih, saya sangat menyayangi orang-orang dan alam semesta ” kata Kera Putih sambil menangis. Kera Putih merasa sudah menjalankan tugasnya dengan baik, Ia tak mau disalahkan.
“Coba lihat lagi catatanmu, dan coba cek lagi orang-orang dan anugrah yang saya tugaskan padamu, apakah tak ada yang menyimpang?” kata Dewa Wisnu tegas.
Kera Putih diam dan menunduk. Ia tahu banyak orang-orang dan hadiah yang dia pilih sendiri, yang tak sesuai dengan yang ditugaskan oleh Dewa Wisnu.
“Tapi, sayaaa…. ” Kera Putih menangis menyadari kesalahannya.
“Hadiah yang salah pada orang yang salah akan menimbulkan bencana. Belajarlah bijaksana dalam bertugas, jangan memilih berdasarkan kepentingan pribadimu, ” nasehat Dewa Wisnu. Kera Putih merasa malu atas kesalahannya. Untuk menebus kesalahan yang telah diperbuatnya Kera Putih berjanji Kepada Dewa Wisnu untuk menjadi pelayan Dewa Wisnu yang setia, yang hanya menjalankan perintah dari Dewa Wisnu. [T]