Sejak 16 Maret saya dan rekan-rekan mahasiswa diinstruksikan untuk menjalani masa pingitan (Tradisi untuk tidak bertemu dengan pasangan beberapa hari sebelum menikah) di rumah dalam jangka waktu yang sudah ditentukan namun tidak menutup kemungkinan akan diperpanjang oleh rektorat. Mendengar kabar ini teman yang duduk di sebelahku berceloteh
“Mih sing ngidaang metepuk jak ayang (Yah nggak bisa ketemu ayang)”
Keluh kesah temanku saat itu, saat instruksi itu belum berlaku bagi kami. Aku langsung menoleh dan menatapnya dengan tajam
“Emangne ci ngelah ayang (Memangnya kamu punya ayang)?”
Mendengar pertanyaanku, ia langsung membalas tatapanku dengan tatapannya yang tak kalah tajam sambil tersenyum pura-pura sinis.
“Sing, ake nak mencontohkan keluh kesah timpale ane lakar ldr (Enggak, aku hanya mencontohkan keluh kesah temanku yang akan ldr)”
Saya tersindir, lalu kami tertawa bersama dan 5 menit kemudian kami sudah tenggelam di depan layar laptop mengejar deadline yang tak kenal kata pingitan, tunangan, nikahan, dan an an lainnya.
Jika dilihat dari kacamata mahasiswa biasa ini, pandemi ini adalah buah tangan dari akumulasi doa-doa yang kita panjatkan setiap hari.
“Semoga dosennya nggak masuk, diganti tugas”
“Please saya kurang waktu rebahan”
“Saya ingin di rumah aja”
“Saya ingin UN dihapuskan”
Pada akhirnya yang maha kuasa mengabulkan doa kita semua, dengan adanya pingitan paksaan ini, Dosen tidak masuk, UN dihapuskan, siswa SMA-SMP tidak jadi merayakan Graduation hingga banyak penyedia jasa sewa kebaya yang harus mengelus dada karena mau tidak mau mereka harus mengembalikan DP yang sudah dibayarkan, siswi yang memiliki kesempatan untuk memesan jahitan kebaya jauh-jauh hari sebelum hari H juga harus mengelus dada karena tidak jadi memakai kebaya yang didesain khusus sesuai dengan bentuk tubuhnya. Sekarang mereka mempunyai komitmen baru yaitu menjaga postur tubuh agar masih muat ketika wisuda di perguruan tinggi nanti.
Mahasiswa yang kurang tidur karena disibukkan oleh kegiatan kuliah di kampus sebelum adanya pandemi pun doanya dikabulkan, kini mereka bisa rapat organisasi sambil rebahan, kelas online sambil rebahan sambil memeluk guling karena harus menerapkan social distancing, selain itu juga untuk menghormati mereka yang tak tahu harus memeluk siapa karena yang gelar yang terkasih belum disematkan kepada siapa-siapa.
Siswa yang merasa harus melanjutkan perjuangan para pendahulunya yakni memprotes dan berdoa agar UN dihapuskan pun akhirnya menemui titik terang, akhirnya UN dihapuskan sehingga mereka bisa fokus bagaimana strategi agar diterima di perguruan tinggi.
Namun ada 1 hal yang terjadi namun sangat sedikit yang mendoakan, yakni KKN Online atau Pengabdian Masyarakat Berbasis Daring. Banyak mahasiswa yang sedih karena mereka harus KKN Online, alasan utamanya bukan hanya karena tidak mempunyai kesempatan cinlok, atau kesempatan menggaet panak perbekel atau kembang desa, atau pula truni mare mentik tapi alasan lainnya adalah, mereka meyakini bahwa KKN Reguler Administrasi dan Laporannya sudah ribet, pelaksanaannya lumayan ribet sekarang KKN Online pasti ribet semuanya! Begitu cerita adik-adik tingkat.
Pingitan ini menimbulkan banyak hal baru di masyarakat, bapak-bapak yang tak tahu cara menggunakan zoom kini berusaha menggunakan zoom agar bisa rapat secara online, saya yang selalu was-was karena malas cukur rambut, jenggot, dan jambang kini tak perlu was was lagi, tinggal berdalih “Tukang cukur tutup pak!” hehehe.
Pasangan yang selalu megentet atau tak terbiasa terpisahkan oleh jarak kini harus terbiasa melakukan hal itu. Mahasiswa yang terbiasa diskusi sama teman-teman seperjuangan agar tugasnya selesai kini harus berdiam di rumah mengerjakan semuanya secara mandiri karena berdiskusi secara online tidak terlalu berarti, disamping itu tuntutan orang rumah untuk rajin bangun pagi, dan mengerjakan pekerjaan rumah, seolah-olah tak ada batasan antara waktu istirahat dan waktu bekerja.
Bahkan lirik lagu “Bangun tidur kuterus mandi tidak lupa menggosok gigi” harus dikondisikan menjadi “Bangun tidur kuterus ngopi, tidak lupa buat tugas lagi” hehehe.
Karena Pandemi ini, tak apa belajar dipingit, agar nanti kebiasaan memprioritaskan diam di rumah dibawa hingga dewasa, jadi sedikit berfoya-foya. Stay safe, stay at home, semoga semua sehat walafiat dan baik-baik saja. [T]