SANGGAR Seni dan Budaya Tindak Alit Badung benar-benar memanfaatkan gelap terang-cahaya untuk menghidupkan panggung dan properti sekaligus memberi tenaga pada gerak penari. Itu dilakukan ketika sanggar itu pentas acara gelar seni akhir pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya II Tahun 2017, Minggu 3 Desember malam.
Dalam pentas itu, Sanggar Tindak Alit menggarap pementasan musik-tari bertajuk Tindak Ing Urip. Konsep garapan memang menggambarkan gelap-terang kehidupan, dualisme, atau rwabhineda dengan menampilkan gambaran-gambaran tentang konflik-konflik hidup antara baik dan buruk. Dan sanggar itu tampaknya berhasil.
“Garapan ini menceritakan tentang proses kehidupan yang akan dijalani oleh setiap manusia di dunia. Tindak yang berarti langkah. Adapun urip berarti nyawa atau kehidupan,” kata penanggungjawab pementasan dari Sanggar Seni dan Budaya Tindak Alit Badung, I Putu Candra Pradhita, S.Sn., M.Pd.
Pengamat seni, Dr. I Nyoman Astita, MA., mengatakan garapan ini banyak menggunakan properti yang ditunjang penataan cahaya. “Ada properti yang menggambarkan sebuah gerak dinamis. Penataan cahayanya juga mendukung dinamika baik dan buruk ataupun lembut dan keras. Kemudian komposisi lebih banyak menampilkan olah tubuh,” ulas Astita.
Dalam pengamatan Astita, olah tubuh yang menonjol adalah olah tubuh duet atau kelompok. Dan, permainan itu mengarah pada permaianan balet yang cukup bagus dan mengarah ke gerah kotemporer. “Tetapi dari segi teknik masih di bawah balet,” apresiasi Astita.
Pertunjukkan yang menggambark kehidupan yang rwa bhineda ini ditutup dengan garapan warna putih dan gelap yang menunjukkan garapan tematik garapan itu. “Secara umum pertunjukkan ini memberikan kesan bahwa garapan ini menunjukkan sebuah teknik tari, teknik pemanggungan, iringannya kolaborasi sound efek dan kostumnya cukup kreatif,” ucap Astita. (T)