26 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Menafsir Ramayana: Di Srilangka, Rahwana adalah Pahlawan

Sugi LanusbySugi Lanus
February 2, 2018
inEsai

Topeng Rahwana

11
SHARES

RAMAYANA seperti ditakdirkan lahir untuk ditafsir. Ke mana pun ia menyebar, di sana ia “bermutasi” menjadi versi tersendiri. Tak terhitung pementasan, novel, cerpen, film, dan berbagai jenis karya seni lainnya merupakan hasil “tafsir” dan “transformasi” teks Ramayana.

Ramayana bahkan melahirkan semacam “tradisi tafsir” yang khas Jawa dan Bali. Para dalang, dramawan, sutradara, dan juga sastrawan tembang, terus menjadikan teks Ramayana sebagai salah satu sumber inspirasi berkesenian.

Di panggung-panggung hiburan pedesaan Ubud dan Gianyar, Bali, hampir setiap hari teks Ramayana menjadi paket konsumsi pariwisata. Teks Ramayana “dipenggal” dan “diadopsi” sebagai pemanis pertunjukan kesenian kecak, lahirlah Kecak Ramayana. Di depan turis awam, pertunjukan ini disebut Monkey Dance. Tokoh Rama umumnya diperankan penari perempuan. Kecak Ramayana adalah sebuah hasil “tafsir” terhadap teks Ramayana.

Sebagai sebuah paket hiburan, teks Ramayana artinya sudah ditarik ke wilayah komersial. Ia “dikomoditisasi” menjadi sarana pengumpul uang, bukan untuk tujuan sakral atau religius.

Berabad-abad lalu, diperkirakan antara 1028—1035, Empu Kanwa sudah melakukan sebuah tafsir. Ia mereinterpretasi sebuah teks Ramayana, yaitu Ravanavadha (kematian Rawana) karya Bhatti, sebagai “prototipe” penulisan kakawin Ramayana. PJ Zoetmulder—dalam Kalangwan: A Survey of Old Javanese literature (1974)—melihat bahwa kakawin Ramayana, dari pupuh 17 sampai akhir atau sepertiga dari kakawin, menunjukkan “penyimpangan” pengarangnya. Ia mereinterpretasi dan bercerita dengan caranya sendiri, terlepas dari versi Bhatti-kavya.

Ravanavadha—lebih dikenal sebagai Bhatti-kavya—diperkirakan ditulis abad ke-6 atau ke-7, juga merupakan tafsir atau saduran teks Ramayana yang ada sebelumnya. Kakawin Ramayana adalah bukti dan puncak pencapaian seni “menafsir” teks Ramayana di zaman Jawa Kuno.

Kelahiran kakawin Ramayana ini tidak bisa dipisah dengan keemasan sebuah kerajaan Hindu-Budha di Jawa bagian timur yang dipimpin oleh Erlangga, raja yang melindungi para kawi (penyair). Diperkirakan, kakawin Ramayana adalah “teks utama” bagi masyarakat saat itu.

Setelah mayoritas penduduk Jawa masuk Islam, teks Ramayana tidak lagi menjadi “teks utama”. Sementara di Bali sampai saat ini, dalam pesantian (kelompok tembang atau kelompok pengajian yang berbasis pada susastra tembang) dan di sela-sela odalan (persembahyangan di pura), bait-bait kakawain Ramayana ditafsirkan dalam “perspektif agama”.

Melantunkan/melafalkan (makidung-mawirama) dan menafsir/menginterpretasi (mababasan) menjadi bagian penting dalam sebuah pasantian, dan juga bagian penting berbagai macam ritual. Mababasan dan wirama juga dilombakan antardesa dan diajarkan di sekolah-sekolah sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Tradisi mababasan dan wirama adalah “tradisi tafsir” yang tidak bisa lepas kelahirannya dari kebiasaan “menafsir” teks Ramayana.

Sebagai ilustrasi, sebuah bait yang sangat terkenal dari kakawin Ramayana, pupuh pertama, bait ketiga, berbunyi: Gunamanta Sang Dasaratha wruh siraring weda bhakti ring dewa tar malupeng pitra puja masih ta sireng swagotra kabeh. Terjemahannya (bait ini bukan hanya ditafsir sebagai bait ‘sastra spiritual’), ‘Seorang (Hindu) yang baik, semestinya seperti sang Dasaratha (ayah Rama mertua Sita), mempelajari Weda (kitab suci) sampai paham.

Setelah paham ilmu pengetahuan (suci), seseorang harus menahan diri agar tidak sombong. Seorang (Hindu) yang terpuji, tetap tidak melupakan pitra puja (upacara penghormatan pada leluhur). Pitra puja adalah sarana manusia (Hindu) untuk memberi penghormatan leluhur, menjaga seseorang agar tetap rendah hati (tidak arogan). Itu pun belum lengkap. Seseorang harus mencintai keluarga dan semua mahluk untuk meraih kedamaian di dunia dan akhirat.’

“Kenyataan tak Nyata”

Cara melihat sebuah teks dari perspektif moral dan agama banyak mewarnai cara orang Bali dalam “melihat” teks Ramayana. Walaupun demikian, dalam masyarakat Bali tidak ada tradisi penyembahan terhadap sosok Rama di pura-pura atau pun acara-acara pesantian.

Situasi tersebut berbeda dengan di India. Dalam bahasa Sanskrit, Ram memang bermakna yang tertinggi, sumber keilahian. Ram padanan kata Tuhan. Kata terakhir yang di ucapkan Mahatma Gandhi ketika tertembak adalah Ram.

Bagi para pemuja Rama atau pengikut Vaisnava di India, dan juga pengikut di Bali, Ram adalah “biji mantra” yang dikumandangkan tanpa henti untuk mendoakan kesejahteraan dunia. Lebih jauh, bagi pengikut Vaisnava yang “militan”, keyakinan mereka terhadap sosok Rama sekiranya sebanding dengan keyakinan masyarakat Kristen dalam melihat Yesus sebagai Tuhan yang lahir ke dunia.

Bagaimana dengan Sita? Sita tetap Sita, istri Rama, sekalipun selalu mengapung di lautan prahara. Seniman bisa menafsir dengan “bebas”, bahkan “radikal”. Akan tetapi, tidak bagi para pemuja Rama. Mereka punya interpretasi berdasar rasa (getaran batiniah) yang tidak selalu sama dengan semangat “kebebasan kreatif”. Rakyat India dan kelompok pemuja Rama di Bali atau Indonesia, banyak yang meyakini bahwa kisah itu sebagai “kebenaran sejarah”. Rama dan Sita diyakini sebagai pasangan yang pernah hidup di dunia ribuan tahun silam. Mereka memeluk “kenyataan tak nyata” itu.

Ketika seorang seniman atau siapa pun yang dinilai menjungkir-balik “kenyataan tak nyata” tersebut, ia berhadapan dengan pemeluknya. Baru saja tersiar berita, Garin Nugroho—seorang sutradara—mencoba mereinterpretasi (dekonstruksi?) tokoh-tokoh Ramayana. Dan masih dalam proses mentransformasikan tafsir itu menjadi sebuah garapan film, ia sudah “dicegat” dan “diadili” oleh sebuah tantangan yang berasal dari luar dunia seni. Satu berusaha merealisasikan “imajinasi”-nya, satu berusaha menghadang agar jangan sampai terjadi realisasi “imajinasi” itu, yang dikhawatirkan bisa merusak “kenyataan tak nyata” yang dipeluknya.

Kehadiran Dewi Sita, seperti umumnya istri-istri nabi dalam berbagai agama, tidak menjadi pokok atau sentral pengisahan kehidupan suaminya. Perempuan-perempuan itu menjadi tokoh-tokoh bayangan, timbul dan tenggelam. Sentral pengisahan berada pada para lelaki.

Bisa diprediksikan akan muncul reaksi sejenis jika seorang seniman berani menafsirkan secara “bebas” kisah salah seorang istri nabi. Katakanlah istri nabi tertentu dalam pentas teater digambarkan berselingkuh dan doyan seks. Apakah kelompok yang “meyakini” nabi bersangkutan akan berdiam diri?

Belum lama berselang, Maria Magdalena dikisahkan tidur dengan Yesus, publik barat langsung bereaksi. Reaksi seperti ini bisa dari kelompok mana saja, tak cuma bisa terjadi di Indonesia, tidak juga hanya muncul dari kelompok mayoritas.

Sekte, agama, komunitas spiritual, atau sebuah suku umumnya punya “kenyataan tak nyata” yang mereka sepakati dalam “kesadaran batin”. Untuk “mengada” mereka perlu “kenyataan tak nyata” itu. Kalau itu terguncang, terguncang pula eksistensi mereka. Dalam hal ini, kelompok spiritual itu sedang berusaha memproteksi “kenyataan tak nyata” itu.

Keberadaan kisah Ramayana dan tokoh-tokohnya di kalangan anggota pesantian di Bali umumnya ditanggapi dengan konsep hana tan hana, ‘ada dan tak ada’. Ini persoalan “kenyataan tak nyata”, semestinya rendah hati untuk tidak bersikap cepat-cepat menyimpulkan, berpikir “serba betul-betul pasti”, seolah-olah segala sesuatu bisa disimpulkan.

Belajar dari kajian sastra, jika horizon of expectation (referensi teks, sudut pandang, tingkat pemahaman, wawasan, dan latar belakang budaya) kita berbeda dalam menyelami dan memahami sebuah teks, hasilnya jelas berbeda-beda, dan tak mungkin tercipta “standardisasi tafsir” terhadap sebuah teks, sekalipun ditempuh jalan kekerasan. Lantas apakah seorang cukup pantas mendaulat diri untuk menjadi polisi, jaksa, hakim, sekaligus juri dan pengeksekusi dalam “kasus” hana tan hana ini?

Negeri Sri Lanka menjadi sebuah pelajaran. Di sana teks Ramayana “dijungkir-balik”. Rahwana-lah sang pahlawan. Dewi Sita bukan diculik, tetapi lari ke Alengka meminta perlindungan Rahwana. Sosok Rama bukanlah tokoh terpuji, tetapi seorang “ekspansionis”. Di negeri itu, masyarakat melakukan “dekonstruksi teks” secara komunal. Institusi apa yang bisa menghentikan sebuah kekuatan “dekontrusksi komunal” semacam itu? (T)

Catatan: Tulisan ini pernah dimuat di Kompas dengan judul “Menafsir Ramayana”

Tags: balikebudayaanRamayananwayang
Previous Post

Alexander Robert Nainggolan# Ctrl + A, Alt + Tab, Shift + F3, Ctrl + X

Next Post

Mengenal Patria – Tugas Mulia Pemuda Buddhis

Sugi Lanus

Sugi Lanus

Pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi. IG @sugi.lanus

Next Post

Mengenal Patria – Tugas Mulia Pemuda Buddhis

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

by Hartanto
May 25, 2025
0
Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

"Seniman adalah wadah untuk emosi yang datang dari seluruh tempat: dari langit, dari bumi, dari secarik kertas, dari bentuk yang...

Read more

AI dan Seni, Karya Dialogis yang Sarat Ancaman?

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 25, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

“Seni bukanlah cermin bagi kenyataan, tapi palu untuk membentuknya.” -- Bertolt Brecht PARA pembaca yang budiman, kemarin anak saya, yang...

Read more

Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

by Gede Maha Putra
May 24, 2025
0
Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

MUSEUM Bali menyimpan lebih dari 200 lontar yang merupakan bagian dari koleksinya. Tanggal 22 Mei 2025, diadakan seminar membahas konten,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran
Khas

Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran

JIMBARAN, Bali, 23 Mei 2025,  sejak pagi dilanda mendung dan angin. Kadang dinding air turun sebentar-sebentar, menjelma gerimis dan kabut...

by Hamzah
May 24, 2025
“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja
Panggung

“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja

SIANG, Jumat, 23 Mei 2025, di Berutz Bar and Resto, Singaraja. Ada suara drum sedang dicoba untuk pentas pada malam...

by Sonhaji Abdullah
May 23, 2025
Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno
Panggung

Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno

JIKA saja dicermati secara detail, Pesta Kesenian Bali (PKB) bukan hanya festival seni yang sama setiap tahunnya. Pesta seni ini...

by Nyoman Budarsana
May 22, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co