BANYAK pesulap menggunakan sejumlah “bantuan” untuk menambah daya tarik saat beraksi main sulap di atas panggung atau di layar TV. Satu yang hampir pasti, hadirnya perempuan cantik dan seksi, untuk membantu angkat-angkat properi atau sekadar jadi pajangan belaka.
Belakangan banyak pesulap bergaya seperti pelawak. Ia menyelipkan kata-kata lucu atau gerakan-gerakan konyol di tengah aksi sulapnya. Selain takjub pada aksi sulap, penonton juga biasa mengumbar tawa berderai-derai.
Sulap tak lagi hanya menimbulkan cekam dan ketegangan, tapi juga membuat suasana mencair.
Hal itu mungkin mempengaruhi ide dari grup bondres Komunitas Dwi Pama, Banjar Duda, Desa Selat Kabupaten Karangasem. Saat beraksi dalam acara Bali Mandara Nawanatya II – 2017 di Gedung Ksirarnawa, Minggu 12 Maret, malam, mereka menggabungkan unsur lawakan dengan trik sulap dan aksi acrobat. Mereka menampilkan cerita “Obat Galau Pak Pak Kasim”.
JIka, para pesulap yang beraksi dengan lucu bisa disebut sebagai Pesulap Ngelawak, maka Komunitas Dwi Pama bisa dikata sebagai Pelawak Main Sulap.
Aksi yang ditampilkan bondres Dwi Pama antara lain trik api menyala di atas kepala, trik kecepatan tangan menghilangkan uang di tangan, dan ada trik memunculkan selendang ‘bidadari’ dari tangan tokoh ‘Kasim’. Ada lagi trik tali sepanjang lima meter keluar dari mulut pragina bondres.
Tidak hanya trik itu. Penonton pun terpingkal-pingkal sepanjang pementasan. Diselingi trik akrobatik memutar mangkok dan piring di ujung kayu kecil sembari memantra. Plus akrobatik seorang pragina bondres tidur kaku di antara dua properti panggung yang kemudian diinjak pragina lainnya di atas perutnya, tanpa terjatuh, memukau penonton.
“Untuk menyiapkan trik sulap dan trik akrobatik itu kami lakukan selama sembilan bulan. Setiap minggu tiga kali latihannya,” ujar Kordinator Komunitas Dwi Pama, Ida Bagus Darma Wibawa Putra, yang sekaligus memerankan tokoh Pak Kasim.
Menurut Darma Wibawa, setiap ia mebondres selalu menyiapkan trik-trik baru di pentas. Tidak sekedar trik-trik modern, komunitas Dwi Pama juga mengkritisi berbagai persoalan di Bali dengan cara parodi. Diantaranya soal galian C di Karangasem dan reklamasi di Teluk Benoa.
Pementasan ‘Obat Galau Pak Kasim’ ini menceritakan tentang tuntutan kehidupan yang semakin kompleks di era globalisasi seringkali membuat manusia kehilangan kontrol. Manusia lupa akan jati diri dan cenderung bergaya hidup hedonis. Dalam situasi demikian kadangkala pengeluaran lebih besar dari penghasilan. Sehingga dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang instan, sebagian orang menempuh cara atau jalan yang kadang kala di luar logika.
“Mereka tidak hanya menggali hasil secara sekala. Usaha niskala pun sering ditempuh. Mereka sering melupakan takdir siklus kehidupan, bahwa ketika manusia dilahirkan, sudah membawa karma dan bekal yaitu suka, duka, lara, pati,” tutur Darma Wibawa.
Menurut Darma Wibawa potret hidup semacam itulah yang digambarkan pada tokoh Kasim. Tokoh Kasim merupakan tokoh sentral dalam pemetasab bondres kali ini. Sosok Kasim adalah sosok pembenar masalah, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Padahal ide, prilaku dan perbuatannya belum tentu benar.
“Kami mengangkat cerita itu karena hidup sekarang makin susah. Bagi mereka yang hidup sederhana memang cukup. Tetapi bagi mereka yang ingin hidup berlebih akan selalu merasa kekurangan,” jelas Darma Wibawa. (T/ole/R)