ADA 11 cerpen dalam kumpulan buku cerpen berbahasa Bali berjudul “Anak Muani Ane Tusing Kena Iusan Pakibeh Jagat” karya Made Suar Timuhun—pengarang sastra Bali modern yang sedang produktif. Dari 11 itu, ada 8 cerpen berkisah tentang perempuan pembawa masalah, sementara ada satu lelaki gila (kelainan mental) yang sukses sebagai peternak sapi.
Itu disampaikan Made Nurjaya PM ketika ngortaang (membicarakan/membedah) buku “Anak Muani Ane Tusing Kena Iusan Pakibeh Jagat” serangkaian perayaan Bulan Bahasa Bali tahun 2025 di lantai bawah Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Denpasar, Selasa, 11 Februari 2025.
Ada dua buku yang dibedah dalam acara itu. Selain buku “Anak Muani Ane Tusing Kena Iusan Pakibeh Jagat”, buku lain karya Suar Timuhun ang juga dibicarakan adalah buku berjudul “Klangen Ngeberang Angen”.
Acara ngortaang buku itu digelar atas kerjasama Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Komunitas Mahima, Suara Saking Bali, Pustaka Ekspresi dan Komunitas Wartawan Budaya.
![](https://tatkala.co/wp-content/uploads/2025/02/tatkala.-bedah-buku2-1024x580.jpg)
Made Nurjaya PM | Foto: tatkala.co/Rusdy
Selain Made Nurjaya PM, pembicara lain adalah I Made Wiadnyana (Penyuluh Bahasa Bali) yang membahas buku “Klangen Ngeberang Angen”.
Diskusi selama dua jam ini berjalan hangat dengan kehadiran siswa SMAN 3 Denpasar, SMPN 14 Denpasar dan beberapa Penyuluh Bahasa Bali.
Nurjaya mengatakan, dalam buku “Anak Muani Ane Tusing Kena Iusan Pakibeh Jagat” ada tiga cerita tentang lelaki. Salah satunya tentang lelaki yang suskes, meski ia gila. Lelaki itu sukses memelihara sapi.
Sementara sebagian besar cerita lainnya berkisah tentang perempuan. Yang menarik, hampir semua cerita tentang perempuan itu mengisahkan perempuan seagai tokoh yang menimbulkan konflik dalam cerita itu.
![](https://tatkala.co/wp-content/uploads/2025/02/tatkala.-bedah-buku6.jpg)
Made Suar Timuhun | Foto: tatkala.co/Rusdy
Cerita-cerita tentang perempuan itu juga banyak bercerita tentang hubungan-hubungan seksual yang tak lazim. Seperti kisah hubungan sedarah antara anak dengan ibu, hingga menantu dengan mertua.
Nurjaya menduga penulis buku cerpen ini lebih memberi nilai baik pada laki-laki, padahal buku itu lebih banyak bercerita tentang perempuan.
“ahkan di judul buku hanya ada kata “muani” (laki-laki) yang ditulis dengan huruf yang paling besar,” kata Nurjaya.
— Ulasan Nurjaya selengkapnya bisa dibaca pada artikel berjudul “Anak Luh Ané Katiben Iusan Cédan Jagat”: Misoginis “Anak Muani Ané Tusing Kena Iusan Pakibeh Jagat”
Sementara itu, Made Wiadnyana menuturkan, kumpulan cerpen Klangen Ngeberang Angen memuat 13 cerpen dengan tema edukasi hingga persoalan cinta.
Yang menarik menurutnya adalah salah satu cerpen berjudul Tresna Muduhin.
“Tidak seperti pada umumnya, karena cinta menjadi gila. Tapi ini orang gila yang jatuh cinta,” paparnya.
![](https://tatkala.co/wp-content/uploads/2025/02/tatkala.-bedah-buku3-1024x580.jpg)
Made Wiadnyana | Foto: tatkala.co/Rusdy
Selain itu, ada juga beberapa cerpen yang memuat edukasi dan petuah.
“Secara umum cerpen ini hampir senada. Beberapa juga konfliknya kurang diolah sehingga terkesan datar,” paparnya.
![](https://tatkala.co/wp-content/uploads/2025/02/tatkala.-bedah-buku4-1024x580.jpg)
![](https://tatkala.co/wp-content/uploads/2025/02/tatkala.-bedah-buku5-1024x580.jpg)
Suasana ngortaang buku: ramai | Foto: tatkala.co/Rusdy
Penulis, Made Suar-Timuhun mengaku, cerpen dalam kumpulan Klangen Ngeberang Angen ia tulis sepanjang tahun 2016 hingga 2022.
“Ini saya tulis di masa-masa saya kurang produktif,” paparnya lelaki asal Klungkung ini.
Sedangkan kumpulan Anak Muani Ane Tusing Kena Iusan Pakibeh Jagat ditulisnya selama 6 bulan dan terbit tahun 2024.
Baginya, dalam menulis sebuah cerpen harus terus berlatih dan menulis, sehingga sebuah cerita bisa terselesaikan. [T]
Reporter/Penulis: Rusdy Ulu
Editor: Adnyana Ole