Wacana pariwisata medis bergulir sejak sepuluh tahun lalu di Bali dan berkembang secara alamiah. Kini dengan hadirnya Indonesia Medical Tourism Board (IMTB) diharapkan dapat menyatukan berbagai lini dan stakeholders terkait dalam mengembangkan pariwisata medis di Indonesia dan Bali secara khusus.
Hal tersebut disampaikan Gilda Sagrado, perwakilan sekretariat Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali atau dikenal dengan nama Bali Tourism Board. Menurutnya, industri pariwisata yang kini berkembang demikian pesatnya dimana banyak terdapat pelaku pariwisata medis, memang sudah saatnya IMTB berperan serta di dalamnya.
“IMTB ini sudah kita nantikan sejak tiga tahun lalu, dengan berbagai diskusi dan pertemuan yang kami dan stakeholders lain lakukan, membahas wacana yang ada. Akhirnya lahir Indonesia Medical Tourism Board (IMTB). Dengan adanya payung atau wadah ini saya yakin pariwisata dan medis akan semakin mapan dan sejalan,” ujarnya di Denpasar.
Ditambahkan Gilda, kehadiran IMTB membuat pergerakan tidak lagi bersifat sporadis dan parsial misalnya dalam promosi fasilitas kesehatan ke luar negeri. Setelah ini tentu akan muncul kebijakan-kebijakan strategis yang membuat pengembangan pariwisata medis semakin terarah, utamanya untuk Provinsi Bali.
“Kunci utama dalam pengembangan pariwisata medis di Bali adalah budaya. Banyak pertemuan tingkat dunia yang berlangsung di Bali berlangsung lancar dan sukses, itu tak lepas dari taksu dan budaya Bali dalam hal ini hospitality atau keramah-tamahan orang Bali yang bekerja dengan senyum dan ketulusan. Hal ini juga berlaku pada pariwisata medis dimana dokter dan perawat melayani dengan tulus dan bekerja dengan hati. Itu hasilnya berbeda,” pungkasnya
Sementara itu Putu Deddy Suhartawan, General Manager IMTB wilayahBali-Nusra mengatakan, pariwisata budaya adalah nafasnya Bali. Dan itu akan dan terus selalu ada, terlebih setelah dibuat Perda atau Peraturan Daerah pada kepemimpinan Bali saat ini yang mengatur tentang pariwisata budaya.
“Itu akan menjadi landasan pariwisata Bali yang bernafaskan budaya. Itu adalah roh atau nafas yang menggerakan pariwisata selama ini di Bali. Ini merupakan potensi besar yang dimiliki Bali termasuk dalam mengembangkan pariwisata medis” ujarnya.
Ia menyebut, potensi budaya yang dimiliki Bali dalam pembangunan pariwisata medis di Bali tak ditemukan di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura atau Thailand. Fasilitas kesehatan dan kualitas tenaga medis juga sebenarnya tak kalah dengan negara lain, terbukti dengan hadirnya rumah sakit-rumah sakit swasta berkualitas internasional seperti RS Kasih Ibu Group, BROS Hospital, BIMC Nusa Dua, Siloam Hospital, dan RS Ramata dengan pelayanan penuh keramah-tamahan yang menjadi ciri khas Bali.
dr Gede Harsa Wardana, MM, MARS, Direktur Operasional PT Putra Husada Jaya yang membawahi Bali Royal Hospital (BROS Hospital) menambahkan, pihaknya mendukung penuh dan siap turut serta dalam pengembangan pariwisata medis di Bali.“Pelayanan dan kompetensi staf medis terus kami tingkatkan, dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai aturan pemerintah di masa pandemi saat ini,” imbuhnya. [T]