TIGA RAHASIA KELUARGA
-Cerita dari MHP
Liur Ular Papa
Di keluarga kita
Anak bujang tak pantas bersedih
Bila hanya cinta bertolak
Ke rumah tua
ke pusar rahasia keluarga
Di sana akan kau dengarkan cerita
Akan kau temukan rahasia;
Sebuah kendi berabad usia
Di dalamnya sebuah hutan kerdil
Di dalamnya ada tuan penjaga;
Ular sabuk yang melilit di setiap reranting
Dengan mulut menganga sepanjang jalan cerita
Ambil secawan saja, Putu
Ambil secawan liur
Maka sihir pemikat terbuka seketika
Usap pelan di tangan dan lekas jabatkan
Perempuan mana yang tak lekat dalam perangkap
Seperti hewan buruan beriring masuk jebakan
Arjuna Memanah
Bila benar kau telah mengenal perempuan itu
runutkan sihir pikat dengan sebiji koin
beralas perak berbadan logam bergambar arjuna memanah
Kau hanya perlu mengenggam
Seketika nyawamu akan bersilang tukar
Dengan tuah tuan Arjuna
berparas tampan rupawan
dalam pejam mata, bayangkan perempuan
lesatkan anak panah dari bebulu perindu
Bidik tepat di letak jantung
Maka hatimu akan bertaut di hulu rindu
Topeng Kuda Nguyang
Kemudian lekas tuntaskan segalanya
ikat tali benang dengan sebuah rajah topeng
berwajah kuda nguyang
Lengkap dengan sebuah mantra
rapalkan segera
Kenakan di wajahmu, kenakan
Agar padang sabana cinta terbuka
Di sana ada kuda sepasang
dalam sihir kelamin
kau berlaku seperti si jantan menebar peluh
perempuan itu, menjelma betina menahan lenguh
Maka benarlah kalian sepasang kuda
akan bersatu hingga ke kubur jasad
Begitulah kiranya
tergenapkan tiga rahasia keluarga
biar anak bujang berdendang di pucuk kasmaran
OPERA CINTA
-EFFK
Di laut lepas,
kau telah jatuh dalam umpama
Sebagai Kapiten yang jatuh cinta
Pada isteri Kelasi
Betapa kau ingin berdiam di gerai rambut perempuan itu
Menyelinap dalam helai dan memamah wangi
Betapa kau telah jatuh cinta padanya
Seperti kutu mengisap candu
Tapi bagaimana seorang lelaki, sekaligus suami
Akan selamanya memalang kuat
Bagi cinta yang datang terlambat
Kemudian lihatlah
Suaramu kian rendah
Dan ombak yang resah
Menggenapkan kesedihan
Meski di atas panggung, katamu
Cinta memang benar sekadar umpama
Tapi sorot matamu, sorot mata Kapiten
Lihatlah, ia lelaki patah hati
Dan Sebelum lampu panggung itu mati
Kukira kau terlanjur jatuh dalam teka-teki
SEBELUM MEMBACA PUISI
-Salianti RD
Di panggung itu,
penyair tua pernah membaca puisi
dengan kujur keringat di dahi
seperti berseteru dengan matahari
Si pembaca puisi
turun tangga dengan dada sakit sebagian
jika gemetar
masih lekat di tubuhmu
jangan mengulang kisah lama
si pembaca puisi
dengan keringat di dahi
lihatlah di kejauhan
aku punya sepasang bola mata
kau boleh mencurinya