ALUN gamelan suling seakan merambat dalam pembuluh darah, lalu masuk hati, dan muncullah rasa bahagia. Itulah yang dirasa ketika kelompok Gita Semara, Banjar Tengah Kangin, Peliatan, Ubud, Gianyar, memainkan gamelan suling di Taman Budaya, Denpasar, serangkaian acara Bali Mandara Mahalango, Selasa 1 Agustus 2017 malam.
Alunan suara secara perlahan, kadang menghentak, masuk ke jaringan tubuh, menata hati, lalu menemukan rasa. Seperti itu memang yang hendak dicapai pemain gamelan suling itu. Mereka menyihir telinga, seperti seseorang memanggil dengan suara yang amat merdu, dan kita tak bisa berpaling.
Ya, pertunjukkan gamelan suling itu memang bertajuk Nata Hati. Sebagaimana tutur konseptor pertunjukkan, I Wayan Pacet Sudiarsa: me-Nata Hati sebagai sebuah jalan untuk menemukan pengalaman tentang rasa dan juga jati diri. “Hati, ketika diibaratkan sebagai lentera, maka sinar di dalam lentera menjadi bagian yang tidak berfisik. Lentera ibarat badan kasar sedangkan sinar, menjadi ruh lentera itu,” kata Pacet.
Bagi Pacet, sama halnya dengan kehidupan ini, setiap benda maupun makhluk hidup memiliki ruhnya sendiri. Ketika seseorang mampu untuk menghayati lebih dalam dan selanjutnya digunakan sebagai sebuah proses berkehidupan. “Semuanya bermuara pada sebuah pengalaman hidup yang menuntun kita lebih dalam untuk memasuki sebuah pengalaman tentang rasa,” jelas Pacet.
Hal yang sama, kata Pacet, berlaku juga dengan perilaku berkesenian, yang akan hambar tanpa berkarya. Karena bagi seorang seniman, karya adalah ruhnya, dan juga sebagai sebuah pernyataan atas kehidupannya. “Karena seni adalah pengalaman tentang Rasa, yang mendorong setiap ungkapan seni menjadi indah,” urai Pacet.
Nada indah itu membuat penonton yang hadir di Taman Budaya terpesona. Terutama dari sisi musikal. Gita Semara malam itu menampilkan beberapa karya di antaranya Sanghyang Sekar, Rare Angon, Rare Jenar, Bulan Kepangan (Dongeng Malam Indah), Hredaya, Kendang Mebraya dan Jaya Baya. Karya-karya ini diaransemen sekaligus komposernya oleh I Wayan Pacet Sudiarsa dan I Kadek Juliantara. Sementara yang jadi koreografer I Made Putra Wijaya dan Adi Saputra Siput. (T/R)