MENONTON film di bioskop di malam Minggu mainstream dilakukan oleh sebagian orang. Menonton film romantis di bioskop apalagi aura-aura hari kasih sayang masih terasa sepanjang bulan Februari ini masih menjadi primadona. Namun, bagi saya yang tidak hobi datang ke bioskop dan lagi sedang tidak memiliki pasangan hal itu sama sekali tidak masuk dalam daftar kegiatan malam minggu yang saya pilih.
Menonton film tidak harus di bioskop dan film-film yang menarik tidak semuanya di putar di sana. Beruntung, teman-teman dari Cinecoda secara rutin menggelar acara menonton dan diskusi film sejak bulan Agustus 2016 di Taman Baca Kesiman.
Film-film yang di-screening pun beragam temanya. Kali ini bertepatan dengan bulan kasih sayang, Cinecoda menggelar acara screening dan diskusi film yang bertajuk “Darimana Datangnya asmara”.
Temanya memang cinta-cintaan, tetapi saya semangat menonton. Kenapa? Karena film-film yang diputar tidak melulu menampilkan adegan-adegan romantis yang membuat para jomblo baper tak berkesudahan. Namun ada banyak adegan yang membuat kita berpikir, bukan sekadar berpikir soal cinta, melainkan juga berpikir soal-soal yang lebih “gawat”, semisal soal kehidupan.
Dengan begitu, malam Minggu tak sekadar malam Minggu biasa. Tak sekadar malam Minggu dengan pencitraan banyak orang tentang cinta dan pacar. Tapi malam Minggu yang berkualitas.
Ada 5 film yang diputar malam Minggu, 17 Februari 2018. Film yang mengangkat tema cinta namun dengan kisah-kisah asmara yang beragam. Film pertama adalah film karya Etic Est berjudul Lambang Kunci G yang mengisahkan tentang pasangan buta tuli yang sedang dalam proses perkara perceraian.
Kemudian dilanjutkan dengan film Gugat Pegat yang disutradarai Laurelita Gita Prischa Maharani. Bercerita tentang pasangan suami istri yang bercerai karena sang istri menggugat cerai suami yang sarjana dan tidak punya pekerjaan sementara sang istri yang bekerja.
Film ketiga yang diputar adalah Seserahan dari Jason Iskandar, film ini berkisah tentang kecemasan sepasang kekasih yang hendak menikah namun prosesi pernikahan tidak kunjung dimulai karena pengantin pria mengalami hambatan dalam perjalanan. Film ini sangat menarik karena tokoh yang ditampilkan dalam film hanya si calon pengantin. Sementara tokoh-tokoh lain hanya berupa suara-suara tanpa tubuh yang bising.
Setelah Seserahan, film yang tidak kalah menarik karya BW Purba Negara yang berjudul Bermula Dari A diputar di layar. Film ini bercerita tentang seorang perempuan buta yang menjadi suara bagi kekasihnya yang tuli. Keduanya menuntun satu sama lain untuk menjalani hari-hari sambil belajar melafal nama Tuhan.
Film terakhir yang diputar adalah film dari sutradara Yandy Laurens berjudul Wan An. Wan An yang berarti selamat malam menceritakan tentang sepasang suami istri lanjut usia yang bahagia menjalani rutinitasnya sehari – hari namun keduanya dihadapkan pada ketakutan akan kematian. Film ini mencuri perhatian penonton yang datang memenuhi Taman Baca Kesiman karena ceritanya yang membuat gelak tawa dan memiliki akhir tidak terduga.
Tidak sampai di situ, setelah menonton film-film tersebut penonton yang hadir diajak berdiskusi dan memberikan tanggapan tentang apa yang baru saja mereka tonton. Menghadirkan Sutradara dari film Lambang Kunci G, Erick Est, sehingga diskusi yang dipantik oleh Adi Apriyanta menjadi sangat hidup. Hal yang tidak akan didapatkan jika menonton di bioskop dan memang itu yang menjadi tujuan Ayu Diah Cempaka dan Gede Indra Pramana mencetuskan Cinecoda, sebuah kelompok yang mengadakan pemutaran film dan diskusi. Tema-tema film yang diputar 2 bulan sekali itupun beragam.
Ini kali pertama saya menonton film bersama Cinecoda. Khususnya untuk pemutaran “Darimana Datangnya Asmara”, memberikan saya pengalaman menonton film bertemakan cinta dari sudut pandang berbeda. Karena biasanya saya takut menonton film bertema cinta dan romantis-romantisan.
Ini memang kali pertama tapi bukan yang terakhir saya menonton film bersama Cinecoda. (T)